Showing posts with label jalan-jalan. Show all posts
Showing posts with label jalan-jalan. Show all posts

Wednesday, November 21, 2018

Old Town and New Knowledge



Jika pergi ke suatu tempat baru, baik di dalam maupun di LN, saya selalu menyempatkan pergi ke daerah kota tua nya. Daerah dimana pusat peradaban masyarakat tsb bermula. Biasanya, polanya sering kali mirip. Di sekitar pelabuhan, tempat dimana pusat perdagangan bermula dan berkembang lalu membesar. Atau di daerah lembah sungai, jika masyarakatnya agraris.

Dalam perjalanan saya ke NZ beberapa waktu yang lalu, saya berjalan kaki menyusuri wilayah kota tua di Auckland sambil menunggu teman-teman saya dari Jakarta, datang. Ya, dalam perjalanan kali ini, saya beda pesawat dengan ke-3 teman saya. Saya sudah sampai satu hari sebelumnya. Di wilayah kota tua, saya berjalan ke pelabuhan, ke terminal feri, ke gereja yg terletak di samping pelabuhan, dan ke stasiun kereta api, tempat dimana barang-barang industri masuk ke negara ini lalu didistribusikan ke penjuru negeri ini. Oiya, kereta disini memang lebih difungsikan untuk mengangkut barang industri dan perdagangan, bahkan sampai sekarang. Untuk mobilitas orang, mereka lebih memilih menggunakan pesawat terbang atau berkendara dengan mobil jika bepergian. Kali ini kami pun mengikuti kebiasaan orang-orang, melakukan road trip menyusuri pulau utara ke selatan. Welcome jalanan NZ, hehe :)
Lalu di Christchurch, salah satu kota besar di South Island, saya juga melakukan hal yang sama. Mengelilingi wilayah kota tua.

Foto di atas adalah foto saya dengan patung salah satu pendiri kota Christchurch. Seorang yang pada masanya, mengarungi lautan puluhan ribu KM, dari negara asalnya, untuk sebuah cita-cita: gold glory and gospel. Yang pada masanya memang menjadi cita-cita hampir semua penjelajah samudera. Cita-cita yang pada akhirnya menimbulkan banyak penindasan terhadap sesama manusia, penaklukan terhadap daerah-daerah yang dikuasai oleh bangsa inferior. 

Selalu menjadi diskusi panjang jika membicarakan sejarah peradaban manusia. Selalu menyenangkan mengetahui pengetahuan baru berkenaan dengan kebudayaan suatu bangsa. Yaa, alasan inilah yang melandasi saya untuk selalu menyempatkan pergi ke daerah kota tua di tempat dimana saya pergi travelling. Semoga menginspirasi. 



Tuesday, August 01, 2017

The Great Wall of China




Siapa yang tidak tahu ’The Great Wall of China?’ Mengunjunginya pada musim dingin mungkin bukan pilihan terbaik bagi orang yang lahir dan besar di daerah tropis. Udara dingin yang berembus menyentuh tengkuk bisa terasa menusuk tulang. Untuk menghindari suhu dingin tersebut saya pun memilih ‘Badaling Section’ yang bisa dicapai dengan ‘Cable Car' sehingga tak perlu berjalan panjang melawan suhu yang berkisar minus 4 hingga 0 derajat Celcius.

Dari lima titik paling populer The Great Wall yang dapat dikunjungi--Badaling, Mutianyu, Jinshanling, Huanghuacheng, dan Simatai--‘Badaling Section’ adalah bagian yang paling banyak dipilih wisatawan karena kemudahan akses. Namun, sisi baik mengunjungi pada musim dingin adalah tidak terlalu banyak turis datang sehingga kita bisa lebih leluasa mengeksplorasi dan menikmati pemandangan serbaputih akibat salju yang turun.

Anyway, sudah follow @iwashere_id ?
Foto dan tulisan ini, bisa kalian liat dst jg yaa :)



Friday, July 28, 2017

Lebaran 1438H journey

Ga terasa bulan Syawal berlalu, padahal pengalaman lebaran kemarin blom sempet ditulis. Hehe.. ☺

Jadi, lebaran kali ini adalah lebaran pertama di Tambun. Sebenernya biasa aja sih, sama seperti lebaran-lebaran sebelumnya. Tapi overall memang ada yang berbeda dalam lebaran kali ini. Antara lain yaitu:
- Kita solat Ied di masjid deket rumah. Iya, beneran di masjid, bukan di jalanan seperti yang biasanya dulu masih di Kebalen. Atau jaman di Cakung, di jalanan dan peron stasiun. Solat Ied disini, ga serame itu. Jadi kita bisa solat di masjid.
- Masih banyak orang yang keliling halal bihalal. Padahal tetangga disini orangnya lebih sedikit.

Lebaran kali ini juga beda karena gw dan Puspa ikutan mudik ke Malang. It means 836 km away from home. 39 jam perjalanan pergi dan 30 jam perjalanan pulang.
Capek! Pegel! Iya pake banget yang jelas. Hahaha 👀
Pulang-pulang langsung pijit. Badan udah ngejerit soalnya.✋
Actually, this is my first lebaran road trip. A very long journey.

Sebenernya waktu efektif buat jalan-jalan selama di Malang cuma 2 hari. Hahaha, iyalah. Lamaan waktu yang dipake buat diperjalanan. Gapapa dehhh, nyobain mudik lebaran jauh. Siapa tau aja nanti punya mertua yang harus disamperin pake acara mudik gini. Jadi, itung-itung belajar. Hihihii.. ☺

Hari I:
Hari ini seharian kita di museum angkut.
Selama libur lebaran, HTM ke museum angkut adalah Rp 100.000,-.
Museum ini isinya segala macam jenis angkutan dan ceritanya tentang angkutan tersebut. Yang menariknya justru di museum ini banyak spot lucu yang bisa dipakai sebagai background foto. Jadilah museum ini seperti studio foto yang sangat luas bagi para pengunjungnya.
Andai aja gw dateng pas ga musim libur lebaran kayak gini, pasti bisa dapet banyak banget foto bagus. Sayangnya ini liburan, jadinya foto gw banyak foto bom nya. Hikss...


Seharian disini puas juga sih.. Bisa narsis!
Kocaknya adalah, kita susah buat pulang. Ga nemu gocar or ojek or taksi karena macet. Grabcar harganya mahaaalll buangettt. Akhirnya kita jalan jauh dulu sebelum naik grabcar biar lebih murah. Hahaha


Hari II
Rute hari ini: kampung Tridi, Jodipan, Sengkaling Kuliner, Sengkaling Water park, Alun-alun Malang.
Rutenya muterin kota. Hahaha..

Kampung Tridi dan Jodipan ini senada sejiwa. Kampung yang dicat warna warni dan banyak gambar yang bisa dijadikan sebagai background foto. Hahaha, lagi-lagi foto, yaa
Lucunya, kampung ini dulu termasuk daerah kumuh di kota Malang. Menarik! Ini membuktikan, dengan penataan yang baik, kampung yang tadinya kumuh bisa menjadi objek wisata.


Sengkaling kuliner adalah sebuah pujasera yang dikelola oleh UMM.
Not bad. Harga murah, enak. Makan jadi puas rasanya.

Sengkaling Water Park ini sebenernya ada tempat bermainnya juga. Ga cuma kolam renang aja. Jadi disini ada kolam renang, arena bermain, mainan anak2, ayunan, jungkat jangkit, bombom car, taman, photo both, kantin, dll. Tempat wisata keluarga yang juga dikelola oleh UMM.
Sayangnya kami tidak punya waktu terlalu banyak untuk mengeksplore tempat ini. Karena tujuan kami sebenarnya memang untuk berenang.
Iya, berenang!
Hahaha, bayangin aja, dingin-dingin berenang di kolam air dingin. Giiiimaanaaa gitu.....


Setelah malam, kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun kota Malang. Seperti yang saya sebut di atas, ini rutenya memutar. Iya, sebenernya kami salah rute. Tapiii, yaa sudahlah
Alun-alun kota Malang itu sebenernya deket dengan kampung Tridi dan Jodipan itu tadi, ketimbang dari Sengkaling.
Yaaaa, namanya kita juga turis, Jadi ga tau jalan mah sahh aja yaa..
Disini kita ga ngapa-ngapain. Kita cuma mau foto yang ada tulisannya Malang. Penting banget soalnya!
Hahaha ☺






Monday, March 27, 2017

Trinity The Nekad Traveler, Film tentang Seni Melakukan Perjalanan

Dari mulai film Trinity The Nekad Traveler ini dipromosikan, saya dan teman-teman sudah berencana untuk menontonnya bersama. Namun karena waktu yang tidak pernah sinkron, baru weekend inilah kami dapat menontonnya.

Bagi saya pribadi, Trinity adalah salah satu orang yang menjadi inspirasi saya dalam melakukan perjalanan.
Sebagai "mbak-mbak kantoran", apa yang dirasakan oleh Trinity dulu, juga saya rasakan. Waktu cuti yang terbatas, deadline kerjaan, dan uang sebagai modal untuk melakukan perjalanan. Namun disinilah seninya menjadi seorang traveler. Traveler itu, harus bisa menyiasati semua halangan yang ada demi terlaksananya perjalanan. Jadi, unsur petualangan sangat kental disini.


Film ini disutradarai oleh Rizal Mantovani, dan Maudy Ayunda sebagai tokoh utamanya. Selain Maudy Ayunda sebagai Trinity, ada deretan artis terkenal sebagi pendukung film ini, antara lain adalah; Hamish Daud, Rachel Amanda, Anggika Bolsterli, Babe Cabita, Ayu Dewi, Cut Mini, Farhan, dan lain-lainnya.
Oiya, di film ini, kita juga akan melihat aslinya Trinity, lohh...

Menurut saya, film ini menggambarkan dengan baik seninya menjadi seorang traveler. Bagaimana mengatur waktu perjalanan dan menyiasatinya dengan cuti yang terbatas. Bagaimana membuat budget perjalanan sehemat mungkin sehingga perjalanan yang direncanakan bisa terlaksana dengan aman, nyaman dan mengesankan. Ada tips-tips praktis dalam melakukan travelling yang juga disisipkan di dalam film ini.
Satu yang saya selalu jalankan adalah; mengambil kartu nama hotel tempat kita menginap.

Film ini juga tidak monoton di segi cerita yang disampaikannya, ada unsur percintaan dan cerita sahabat yang divisualkan dengan baik. Sepanjang film, kita akan disodori oleh pemandangan di beberapa destinasi wisata yang memanjakan mata penontonnya.
Untuk saya, hal ini membuat saya ingin pergi juga ke tempat yang belum saya kunjungi yang ada di film ini.
Hehe, mari kita masukkan ke dalam bucket list must visited *;;) batting eyelashes

Secara keseluruhan, film ini akan saya beri point 8 dari 10. Saya suka semua hal yang ada di film ini.
Yang menyebabkan film ini menjadi tidak mendapat nilai sempurna 10 adalah karena penilaian subjektif saya sebagai penonton yang sudah menikmati karya Trinity dalam versi buku terlebih dahulu. Itu saja. Sehingga, saya mengharapkan, Trinity divisualkan dengan sosok yang lebih gagah dan mandiri. But overall, saya suka film ini dan menantikan buku lain Trinity untuk di film kan kembali.



Thursday, March 09, 2017

Winter Trip - China



Dari sekedar wacana mau liat salju, sampai episode berburu tiket demi mewujudkan mimpi, sebenernya video ini terlalu singkat untuk menggambarkan semuanya.
Cuma satu pesennya, kalau emang udah mimpi, wujudkanlah!
Mimpi itu untuk dicarikan cara agar bisa diwujudkan, bukan disimpan di dalam relung jiwa dan tetap menjadi mimpi sampai akhirnya disesali kemudian.
Just watch this video and enjoy :)

Tuesday, January 24, 2017

Feel Free to Get Lost, One Day in Xi'an

Bagi saya pribadi, setiap perjalanan yang saya lakukan adalah sebuah petualangan. Bahkan untuk perjalanan ke suatu tempat yang sudah pernah saya lakukan sebelumnya pun, akan menjadi sebuah petualangan. Hal ini bisa jadi karena beda travel mates, atau beda lokasi tujuan walau masih di satu kota yang sama.

Jangan bayangkan petualangan ala Indiana Jones di film nya. Petualangan bagi saya cukup keluar dari rutinitas harian dan mengalami hal baru. Hal baru inilah yang biasanya jadi mendebarkan. Sesuatu yang mendebarkan bagi saya sudah sama sensasinya dengan berpetualang seperti dalam gambaran orang-orang.

Dalam perjalanan saya belum lama ini, ada satu hari saya punya waktu sendirian. Hal ini karena ada satu lokasi yang sangat ingin saya kunjungi yang tidak dikunjungi oleh teman seperjalanan saya. Jadilah hari itu saya berpetualang sendirian mencari Terracotta Museum.

Perjalanan menemukan Terracotta Museum menurut saya cukup menegangkan. Bayangkan, saya berada di suatu tempat yang bahasanya tidak saya mengerti sama sekali, baik lisan maupun tulisan. Mereka pun tidak mengerti bahasa yang saya ucapkan. Bahkan ketika saya berbicara dalam bahasa Inggris pun, susah sekali menemukan orang yang mengerti apa yang saya tanyakan, begitupun sebaliknya; susah sekali saya mengerti apa yang mereka maksud. Ahhh rasanya saya lost in translation.
Saat itu saya juga tidak bisa mengandalkan google map sama sekali. Google diblokir oleh pemerintah China.
Saya mengandalkan hasil screenshoot HP teman saya yang dikirimkannya melalui what's app. Isinya mengenai rute perjalanan yang dituliskan oleh orang-orang yang sudah pernah ke Terracotta Museum

Permasalahan bermula dari semua data yang terkirim adalah dalam bahasa Indonesia, padahal stasiun dan terminal yang saya tuju, ditulis dalam huruf China dan mereka punya penamaan sendiri dalam bahasa mereka untuk menyebut Terracotta Museum itu. Perlu diketahui, mereka menyebut Bing Ma Yong untuk Terracotta Museum.

Dalam petunjuk, saya harus ke Xi'an Railway Station lalu mencari pemberhentian bis no 5 (306). Bis inilah yang akan membawa saya ke Terracotta Museum. Simple yaa?
Tapi kenyataannya tidaklah se-simple itu.
Yaaa, karena saat saya sudah di dalam metro subway, ga ada yang tau dimana Xi'an Railway Station. Boro-boro untuk menanyakan lokasi bis no 5 (306) itu?
Pencarian ini makin sulit karena orang-orang yang ditanya tidak mengerti apa yang kita tanyakan, dan kita pun tidak tau apa yang mereka maksud. Seperti yang saya jelaskan di atas. Dalam kasus saya, saya sampai diantar oleh salah seorang penjaga di stasiun ke pos informasi, dimana disana ada yang bisa bahasa Inggris, tentu saja. Saya pun dituliskan huruf-huruf dalam tulisan China, sehingga saya dapat menunjukkan tempat yang dimaksud oleh saya pada orang yang saya tanya. Atau saya dapat menyamakan tulisan tersebut pada papan informasi yang ada.
Alhasil, setelahnya saya seperti seorang pramuka yang mencari jejak.

Dalam mencari jejak ala saya, saya juga mengandalkan feeling dan kebiasaan orang. Jadi, memperhatikan kebiasaan orang itu ternyata bisa berguna juga. Memperhatikan orang itu ga melulu kepo, hehe..

Dibawah ini saya akan memberikan tips dan arahan arah yang menurut saya mudah untuk diikuti oleh orang yang akan mencari  Terracotta Museum, bahkan jika petunjuk ini dipakai dengan benar, bisa jadi ga perlu bertanya lagi pada penduduk sekitar. Karena bertanya disini pada akhirnya bisa membuat kita pusing menterjemahkan apa yang mereka maksud.

Dari lokasi dimanapun kamu berada di kota Xian, carilah stasiun subway terdekat dan pergilah ke Wulukou. Wulukou yaa, bukan Xi'an Railway Station.
Wulukou ini berada di dalam jaringan metro subway line 1, sedangkan Xi'an Railway Station itu adalah stasiun untuk kereta jarak jauh, kereta keluar kota. Jadi, itu adalah 2 lokasi yang berbeda yaa.. Jangan sampai salah yaa..
Kalau kamu pengguna commuter line, kamu sudah akan familiar dalam pencarian jalur dan menemukan stasiun yang saya maksud. Kalau kamu tidak familiar dengan sistem jalurnya, ingatlah kalau Wulukou ini ada di line 1 (berwarna biru). Jadi jangan sampai salah jalur dan warna
Di bawah ini, ada tulisan Wulukou dalam tulisan China. Bisa dicocokkan untuk memastikan kamu berada di stasiun yang benar.



Ketika sudah sampai di Wulukou, perhatikan pintu keluarnya. Kita ambil exit D, ke arah Xi'an Railway Station. 
Mengambil exit D itu adalah yang paling simple untuk menuju terminal bis yang akan kita tuju. Setelah keluar dari exit D, kita perlu berjalan kurang lebih 200m lagi.
Kemana kita harus berjalan? Dari 8 penjuru mata angin, mana yang harus dipilih? Nah,, saat itu saya mengandalkan feeling saya untuk menentukan kemana saya harus melangkah. Saya, mengikuti mereka yang membawa koper dan mereka "yang terlihat akan pergi jauh". Yaa, karena kita menuju terminal bis dimana terminal tersebut berada di depan Xi'an Railway Station, dimana orang akan pergi keluar kota, jadi hal yang paling mudah untuk menentukan kemana saya melangkah adalah mengikuti mereka-mereka itu.



Setelah sampai di terminal bis, masuk dari pintu utama lalu belok kanan dan lurus saja. Tidak lama setelah belok kanan itu, akan terlihat pemberhentian bis seperti dalam gambar di bawah ini.
Naik saja, bayarnya nanti di atas. Bis ini harga 7 Yuan untuk sampai di Terracotta museum. Paling murah diantara bis-bis lain disitu yang menuju Terracotta museum juga.


Selamat Berpetualang!!


Tuesday, September 13, 2016

Kolam Renang Rasa Pantai di Treasure Bay Bintan

Kolam renang terbesar di Asia Tenggara ada di Indonesia. Tepatnya berada di Lagoi, Bintan.
Dimana itu?

Lagoi adalah salah satu nama daerah di pulau Bintan. Pulau Bintan ini sendiri sebenarnya lebih popular di negara tetangga. Kebanyakan yang datang ke Bintan adalah warga Singapura dan Malaysia, Johor Bahru khususnya. Warga Indonesia yang datang kesini rata-rata adalah penduduk Batam.
Ya, hal ini karena letak pulau Bintan itu sendiri yang memang berada di gugus terluar dari propinsi Kepulauan Riau, salah satu propinsi yang ada di Indonesia. Setiap sejam ada kapal dari dan ke Batam, ke Singapura ataupun Johor Bahru. Sedangkan untuk penerbangan dari Jakarta hanya ada dua kali dalam sehari. Bisa dimaklumi kan bila pengunjung terbanyak malah justru dari dua negara tetangga yang saya telah sebutkan di muka.

Bintan terutama pantai Lagoi dan Treasure Bay nya itu baru menarik perhatian saya lebih dalam setelah dua bulan lalu saya menyaksikan iklannya di subway metro di Seoul. Iklan wonderful Indonesia yang salah satunya menampilkan Bintan.

Treasure Bay adalah kolam renang seluas 6.3H yang di desain serupa dengan pantai, landai dan semakin dalam ke tengahnya. Air nya pun sedikit asin, sama seperti air laut. Dasarnya adalah fiber, bukan pasir. Hal ini membuat air terlihat biru jernih seperti kristal. Pasir yang sebenarnya pasir hanya ada di pinggiran kolam renangnya saja.

Kolam renang ini dilengkapi juga dengan penginapan di pinggir kolam yang berkonsep perkemahan. Ada kapal yang bertenaga surya dan permainan air lainnya. Tidak lupa pengelola juga menyediakan tempat makan yang pembayarannya menggunakan deposit yang sudah dibayarkan terlebih dahulu di loket.
Dengan semua fasilitas tersebut, tentunya pengelola ingin menjadikan kolam renang Treasure Bay ini sebagai sebuah one stop rekreasi keluarga.




Secara keseluruhan, tempat ini menarik untuk dikunjungi. Tidak ada yang tidak bagus disini. Namun rasanya, kolam renang Treasure Bay ini hambar karena disajikan di sebuah pulau dengan pemandangan yang menawan seperti Bintan. Dan Lagoi adalah sebuah daerah wisata yang terkenal di Bintan karena pesona alamnya itu sendiri. Tentu sangat seru bila kita menikmati pantai dan laut yang indah dan memesona dalam arti yang sesungguhnya. Bayangkan bersantai di pantai yang beratapkan langit biru yang cerah. Berenang di laut yang jernih dengan ombak yang bersahabat dan matahari yang selalu bersinar sepanjang tahun. 

Tentunya akan menarik jika kolam renang dengan konsep ini ada di wilayah yang sama sekali jauh dari akses ke laut. Atau di negara 4 musim, dibuat dengan konsep in-door space. Sehingga kita tetap bisa berenang dan bersantai walau di musim dingin. Namun demikian, menikmati Treasure Bay di Bintan juga tak kalah menariknya. Kita dapat mencoba menikmati kolam renang dengan rasa pantai yang sesungguhnya.



Friday, June 24, 2016

Negeriku, Negeri Laskar Pelangi

Indonesia itu indah kawan, maka menjelajahlah!

Pernah baca novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata? Nah, itulah hebatnya menjadi penulis; dari sebuah tulisan di dalam bukunya, Ia bisa meningkatkan jumlah wisatawan yang datang di daerah yang diceritakannya.
Novel laris, kemudian di film kan. Film dengan sinematografi yang baik, ditonton jutaan orang, maka dapat dipastikan, lokasi yang masuk dalam cerita akan jadi booming kemudian.
Yaa, itulah yang terjadi dengan Belitung. Negeri indah di wilayah barat Indonesia.
Dahulu, Belitung adalah sebuah pulau yang terkenal dengan tambang timahnya. Namun hari ini, banyak yang kesana untuk mengunjungi pesona alamnya yang luar biasa.

Belitung secara geografis tidak jauh dari Jakarta, hanya berselang 40 menit dengan penerbangan langsung dari bandara Sukarno Hatta di Cengkareng. Jaraknya yang tidak terlampau jauh dari Jakarta inilah yang membuat Belitung banyak dikunjungi oleh warga Jakarta yang sekedar ingin short escape dari rutinitas sehari-harinya.

Banyak hal yang bisa dilakukan disini, melakukan wisata bahari atau mengagumi kekayaan budayanya. Bahkan kita juga bisa mengunjungi tempat-tempat dimana dilakukan shooting film Laskar Pelangi yang fenomenal pada jamannya itu. Namun dari kesemua itu, wisata bahari-lah yang menjadi highligt perjalanan saya dan teman-teman pada liburan bersama sebelum puasa kali ini. Kami menghabiskan sehari penuh untuk snorkeling dan berenang di laut serta bermain di pulau-pulau kecil yang cantik dan pantainya yang indah.
Laut yang mengelilinginya cenderung tenang karena berada di antara kepulauan. Pemandangan yang cantik dengan hamparan batu-batu besar di pantainya.

Dalam pertanyaan iseng, terbesit bagaimana batu itu bisa ada disana? Apakah pada masa jaman dahulu kala, Zeus yang memindahkannya kesana? Hahaha.. Pertanyaan konyol yang tidak perlu dijawab..
Yaa, begitulah kuasa Tuhan untuk keindahan bumi Indonesia.



Friday, April 22, 2016

My Life, My Adventure

Menelusuri jalan berbatu dengan dibonceng abang ojek naik ke puncak Tebing Kraton emang ga mudah. Jalanannya terjal. Pegangannya bingung. Ga pegangan, kemungkinan jatohnya akan lebih besar.
Hiiiii, syerem bin menegangkan deh.
Tapi, syerem mana dibanding dengan naik ojek menembus macetnya Jakarta?
Jakarta is the real adventure in my life. Sure*B-) cool

Pengalaman syerem plus uji nyali lainnya yang saya miliki lainnya adalah ketika mendatangi Curug  Sawer di kaki gunung Pangrango, Sukabumi. Perjalanan malam, jalan yang terjal-berliku-berbatu tanpa penerangan yang baik. Hanya bermodal senter dari power bank yang saya bawa. Deg-deg an antara jatoh atau dicolek mahluk 'tak berwujud. Hiiii... *:->~~ spooky
Ya, mahluk-mahluk tidak berwujud itu memang menyeramkan. Entah, apa sebenarnya yang menakutkan. Toh, kita tidak melihatnya. Pikiranlah yang menurut saya menyuruh kita takut akan benda tak berwujud tersebut.
Lalu, bagaimana dengan cerita pulang malam melewati jalan rawan begal? Mereka berwujud, dan nyata jahatnya. Tapi, terkadang saya pulang larut malam dan tidak menggubrisnya. Memilih menikmati hidup, atau bersilaturahmi dengan teman-teman hingga malam dan tetap pulang dengan beraninya. Yaaa, kadang berani dan nekat itu memang beda tipis. *:| straight face

Ada cerita perjalanan menegangkan lainnya. Yaitu ketika mencari camping ground di pelataran Curug Cijalu. Perjalanan ini menegangkannya, karena mobil yang kami kendarai harus menembus perkebunan teh, jalan berbatu tak berlampu penerangan. Gelap! Diperparah dengan tidak satupun orang di mobil itu yang tau jalan. Kemungkinan terjerumus ke dalam jurang sangat mungkin dialami. Lurus bukan berarti jalan yang benar karena mungkin saja ternyata di depan adalah jurang. Namun, kita tetap harus membuat pilihan, tetap maju atau mundur.
Pernah merasakan hal itu dalam kehidupan nyata?
Kalau saya sering. Hehe.. *:D big grin
Hidup itu penuh dengan pilihan. Ketika pilihan yang ada adalah tetap maju dengan segala resiko yang ada atau mundur dan menjadi pecundang, pasti milihnya maju doongg. Namun ternyata, majupun kita tidak tahu apa yang akan dihadapi di depan.
Be brave! Maju terus pantang mundur! Karena waktu tuh berjalan ke depan, ga ada yang mundur. Make it simple and enjoy your life like an adventures. *;) winking

Ahhhh,, yaa begitulah hidup *;) winking
Panik dan menegangkan ketika dijalani, namun manis dan indah ketika dikenang.
Kalau mau dikupas satu persatu, ada saja bagian dari hidup yang terasa seperti petualangan yang menegangkan. Bahkan mungkin lebih menegangkan dari petualangan itu sendiri.

Bagi saya pribadi, perjalanan hidup yang saya lalui setiap harinya adalah sebuah petualangan. Tidak melulu harus melakukan trip terlebih dahulu, lalu baru merasa bahwa kita telah menjalani sebuah petualangan nan menegangkan, seperti slogan dari sebuah acara jalan-jalan nan di sebuah televisi swasta, "My Trip My Adventure".
For me, my life is the real adventure. My trip is just make my adventure complete. So, I never compare my life to the another one. Just love it, just the way it is*:x lovestruck*:x lovestruck*:x lovestruck





Friday, March 11, 2016

Kelimutu, Jauh di Mata masih di Indonesia


Kelimutu terletak di Desa Moni, beberapa puluh kilometer dari Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Ya, danau 3 warna ini berada di Kelimutu National Park, sebuah taman nasional yang berada di Indonesia timur.

Danau 3 warna ini pada hakikatnya bukanlah danau, tetapi kawah yang berada di puncak gunung Kelimutu. Warna tiap-tiap danaunya adalah putih pucat, hijau kebiruan, dan merah. Namun pada saat saya kesana, danau yang berwarna merah, berubah warna menjadi coklat tua. Diyakini oleh penduduk sekitar, perubahan warna danau ini berhubungan dengan situasi yang akan terjadi, baik di sekitar danau tersebut atau secara global. Mereka meyakini perubahan kali ini bisa jadi karena akan ada fenomena gerhana matahari total yang melintasi Indonesia.

Masih berhubungan dengan kepercayaan penduduk sekitar, danau-danau ini dipercaya sebagai tempat berpulangnya arwah-arwah orang yang sudah meninggal. Pembagiannya berdasarkan usia, yaitu danau orang tua (berwarna putih pucat) dan danau untuk orang muda/ anak-anak (berwana hijau kebiruan) . Danau yang satu lagi, dipercayai menampung arwah orang-orang jahat (berwarna merah). Masuk ke area taman nasional juga tidak sembarangan, terlebih dahulu kita harus pamit dengan "penjaga" nya yang dipercaya juga sebagai gerbang masuk Kelimutu.

Bagi saya, perjalanan menuju Kelimutu adalah sebuah perjalanan panjang. Hmmm, sebenarnya tidak sepanjang itu juga sih, tidak sampai harus menyebrangi benua dan mengarungi tujuh samudra. Namun, perjalanan ke Indonesia bagian timur memang tidak sedekat di dalam peta. Juga tidak semudah men-scroll gambar-gambar instagram di HP dan menikmati keindahan dari segala penjuru dunia. Dapat saya singkat menjadi satu kalimat, yaitu : "Butuh effort."

Jadi, dari Jakarta ke Kelimutu, bandara terdekat yang harus dituju adalah bandara H. Hasan Aroeboesman di Ende. Jakarta ke Ende bisa transit di Denpasar atau di Kupang karena tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Ende. Dari Ende, kita harus ke Moni, desa terdekat dengan puncak Kelimutu. Selanjutnya kita bisa tracking ke puncak Kelimutu. Tertulis di peta 13KM. Tentunya jalur tersebut adalah jalur menanjak. Jika kita sewa mobil dari Ende ke Moni, tentu kita bisa minta diantarkan sampai ke pelataran parkir taman nasional. Selepas itu baru kita tracking menuju puncak Kelimutu.

Perjalanan dari parkir taman nasional ke puncak Kelimutu bisa ditempuh kurang lebih 45 menit sampai dengan satu jam. Itu estimasi waktu untuk saya yang berjalan santai dan sempat beberapa kali berhenti untuk istirahat. Tentu perhitungan waktu untuk tiap orang bisa saja berbeda. Jalanannya dalam kondisi baik. Bahkan di beberapa tempat yang mengharuskan kita menanjak, sudah ada tangga yang mempermudah kita mencapai puncak.

Dari Ende ke Moni, ada dua alternatif transportasi yang bisa diambil. Pertama, sewa mobil harian ataupun sewa lepas (hanya mengantarkan ke Moni) atau jalan kedua kita bisa naik angkutan umum. Kalau pilihannya adalah menggunakan angkutan umum, maka kita harus ke terminal terlebih dahulu, lalu naik bus antar kota tujuan Moni.

Jika kita pergi dalam grup, tentu lebih hemat dan efisien bila menyewa mobil secara harian. Sewa mobil bisa dilakukan di bandara H. Hasan Aroeboesman di Ende. Keluar dari bandara sudah banyak orang yang menawarkan jasa penyewaan mobil. Rata-rata mereka sudah bersepakat mengenai harga dengan sesamanya, jadi dari supir yang satu ke yang lain, harganya cenderung sama.

Balik ke judul di atas, dengan mengasumsikan tidak ada penerbangan yang delay, waktu transit yang cepat, langsung menemukan sewa mobil yang cocok, tidak ada hambatan jalan yang tertutup akibat longsor atau apapun kendala-kendala lain yang bisa saja muncul, perjalanan ini bisa ditempuh dalam waktu sehari penuh. Silahkan tambahkan tambahan waktu tersendiri untuk setiap hambatan yang muncul selama perjalanan atau kelebihan waktu akibat pilihan jalur yang memakan waktu lebih lama. Karena itulah, bagi saya Kelimutu itu jauh di mata, walaupun masih di Indonesia.



Menyesal pergi ke Kelimutu?
Sama sekali tidak!
Bahkan apabila ada kesempatan lain sehingga saya dapat mengunjunginya lagi, saya akan langsung packing dan bergegas pergi ke Kelimutu.
Because for me, Kelimutu it's so awesome!
Sebagai manusia, saya mengagumi keindahan cipataanNYA. Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa beruntung Kelimutu ada di Indonesia *:x lovestruck



Saturday, January 30, 2016

Long Trip

Saya tinggal di Bekasi? Hal ini juga sudah diketahui hampir oleh semua orang yang mengenal saya. Bahkan banyak diantara mereka yang suka bergurau bahwa sayalah sang pemilik Bekasi. hahaha... Ya, ini seolah hanya sayalah warga Bekasi yang ada di muka bumi yang dikenalnya :P

Bekasi adalah sebuah kota satelit penyangga ibu kota Jakarta. Sebagian besar penduduknya bekerja di Jakarta. Begitupun saya. Bahkan dulu ketika sekolah dan kuliahpun, saya menjadi separuh Jakarta. Hal ini karena terlalu banyak waktu yang saya habiskan di ibu kota. Banyak yang bilang, sehari-hari "tua di jalan". Ya, bagi saya itulah seninya hidup ini.

Sebagai contoh, teman yang kost di sekitar kantor, hanya punya satu sampai dua kejadian yang bisa dia ceritakan dalam perjalanan ke atau dari kantor menuju kost-nya. Satu kejadian adalah tentang ketemu tetangga nyinyir yang kepo bertanya kemarin kemana hingga pulang larut malam. Kejadian lainnya adalah ketemu tukang bubur ayam tapi gagal sarapan karena sudah kehabisan. Bandingkan dengan saya yang menempuh kurang lebih 72 km setiap harinya dalam perjalanan pergi dan pulang kantor. Jarak ini belum ditambah bila pulang kerja mampir dulu menjauh dari Bekasi untuk bertemu kawan lama.

Scene pertama ketemu ibu-ibu yang ramai menyapa sambil tetep ngeriung depan abang tukang sayur. Scene kedua sapa menyapa dengan bapak satpam depan kompleks yang kadang sering berubah menjadi ibu kepo seperti cerita teman saya di atas. Scene ketiga seputar macetnya jalanan di depan pasar. Kadang scene ini bisa menjadi sebuah episode tersendiri jika ada kejadian-kejadian luar biasa seperti ban pecah, kecelakaan lalu lintas, atau hal-hal extra ordinary lainnya yang tidak secara rutin muncul. Lalu ada scene berbincang sejenak dengan abang parkir. Ada scene milih gerbong comuter yang lumayan lega biar bisa bobok santai. Scene ini bisa ada scene tambahan bila saya ketiduran di comuter lalu terlewati stasiun turunnya. Yahhhh, namanya juga manusia yaa, bisa aja khilaf kan yaa.. ;)
Lanjut scene ngojek melewati jembatan yang pernah putus karena banjir. Lalu scene lain-lainnya yang bisa saja muncul tanpa masuk dalam skenario sebelumnya.

Yaaaaa, memang panjang. Dan disitulah seninya menjalani kehidupan :D

Saya adalah penyuka travelling? Ya, saya sudah banyak yang tahu akan hal itu. Walau jumlahnya mungkin tidak sebanyak mereka yang tahu kalau saya tinggal di Bekasi :P

Sebagai penyuka travelling, bandara sepertinya adalah salah satu akses wajib yang harus didatangi bila akan bepergian. Maka kejadian ga kalah seru dan ga kalah panjang bisa saja tertulis disini. Hehe ;)

Bandara Sukarno Hatta itu letaknya di Cengkareng, Tangerang, Banten. Sebuah kota satelitnya Jakarta yang lainnya. Tangerang ini letaknya di barat Jakarta, berseberangan dengan Bekasi yang letaknya di timur Jakarta. Jadi secara cepat bisa dijelaskan kalau perjalanan saya dari rumah ke bandara adalah dari timur ke barat dan membelah Jakarta. Melewati tiga kota dan tiga propinsi. Yesss, ga salah baca kokk..
Saya memang menulis melewati tiga kota dan tiga propinsi!

Epic-nya adalah jika perjalanan yang saya lakukan itu merupakan penerbangan malam. Ya, saya sering melakukan penerbangan malam. Hal ini saya lakukan biasanya untuk memperpendek cuti. Jadi pada hari H, saya bekerja terlebih dahulu lalu baru pada malam harinya saya memulai perjalanan. Timur ke selatan. Ya, saya bekerja di selatan Jakarta. Lalu dari selatan ke barat. Menempuh jarak puluhan kilometer. Membawa koper atau ransel dan sejuta harapan. #eeaa #tsahhh

Yes that's the point. Bagi saya perjalanan adalah tentang pencapaian harapan dan merayakan kehidupan. Karena bagi saya kehidupan ini memang harus dirayakan. Jadi, sejauh apapun perjalanan, sesungguhnya perjalanan terjauh adalah perjalanan untuk pemenuhan harapan dan perayaan kehidupan itu sendiri.
#letscelebrateourlife

Tuesday, October 20, 2015

Travelmate

Setiap perjalanan itu punya cerita dan kisahnya masing-masing. Ga selalu manis, kadang nano-nano. Dan travelmate akan melengkapi rasa nano-nano itu.

Yes, right, travelmate menurut versi saya adalah temen jalan yang bisa diajak gila dalam menghadapi sebuah perjalanan. Termasuk mengganti plan A to Z sambil tertawa terbahak karena melewatkan B, C, D dan huruf lainnya.

Wednesday, September 30, 2015

Gelap

Pernah ga membayangkan hidup dalam kegelapan?
Tentunya saya amat sangat tidak berharap! Karenanya bila pertanyaan itu diajukan kepada saya, saya tidak akan berani membayangkannya.

Dua minggu lalu saya dan beberapa orang teman berkunjung ke hutan kota Ir. H. Juanda di Bandung. Kami pun mengunjungi gua Jepang yg ada disana.
Di dalam gua sepanjang kurang lebih 300 meter itu, sama sekali tidak ada cahaya. Karenanya, kami menyewa tiga buah senter sebagai penerangannya.
Menurut sang guide yang mengawal perjalanan kami, gua tersebut pada masanya dipakai sebagai tempat penyimpanan amunisi perang. Termasuk hidup dan berkehidupan para tentara.
Nah, balik lagi ke pertanyaan di atas.
Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam gua tersebut?


Throw back to the time when I visit Vietnam. Disana ada Chuchi tunnel. Saat ini, untuk keperluan pariwisata, Chuchi tunnel tersebut diperbesar ukurannya agar bisa dimasukin turis asing yang berbadan jauh lebih besar dari bangsa Vietnam. Juga dipermudah dengan fasilitas tangga yang lebih baik dibanding pada masa awal dibuatnya. Padahal pada masanya, masa perang Vietnam, tunnel tersebut berfungsi sebagai bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakatnya. Mereka hidup dan berkehidupan di dalamnya. Makan, tidur, dan melakukan aktivitas hidup lainnya. Tentu saja jangan harapkan ada penerangan memadai disana pada masa itu.

Lalu kita balik lagi pada pertanyaan di atas. Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam tunnel tersebut?
Bila pertanyaan tersebut dilontarkan hari ini pada sebagian dari masyarakat kita, jawabannya tentu saja mereka tidak berani membayangkannya. Saya bertaruh untuk hasil polling ini.

Kembali pada kedua bangunan tersebut. Tidak ada yang mustahil terjadi di dunia ini. Apalagi bila dilatarbelakangi keterpaksaan yang teramat sangat a.k.a kepepet. Semua pada akhirnya menjadi bisa dan mungkin.
Jika mencermati hal tersebut, ada satu benang merah yang dapat ditarik untuk kehidupan yang lebih baik. Pastinya kita harus menemukan sisi kepepet untuk lebih mengeksplore kemampuan diri dan membuat hidup yang lebih baik dari hari ini. Tidak harus sebegitu menderitanya, karena kepepet bisa karena berbagai macam alasan. Karena alasan remeh dan keciiilll sekalipun :)
"The best tomorrow started from today."

Tuesday, September 22, 2015

PASSPORT



PASSPORT by Rhenald Kasali
Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global.". Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.
Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?"
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.
Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.
Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.
Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.
Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.
Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Wednesday, June 03, 2015

Pembawa Berkah

Liburan kali ini begitu singkat. Hanya sehari. Itupun ditengah kegiatan UKK nya adik bungsu. Alhasil, rencananya adalah wisata kota. Harus dipersempit lagi menjadi wisata kota Bekasi karena mobil yang dipergunakan not in a good condition (oke siip, ke bengkelnya dijadwal ulang sampai kondisi dompet kembali membaik).
Sepagian browsing di internet dan menemukan sebuah link yang berisikan 10 tempat yang wajib dikunjungi di Bekasi. Sebagian besar sudah pernah dikunjungi. Beberapa tempat, walau ingin kembali didatangi, namun tidak memungkinkan jika mengingat kondisi bapak yang sudah susah jalannya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi klenteng Hok Lay Kiong bersama keluarga.
Hok Lay Kiong atau Pembawa Berkah (dalam bahasa Indonesia) adalah klenteng tertua yang ada di wilayah Bekasi. Diperkirakan klenteng ini dibangun pada abad ke 18. Bangunannya sendiri sudah pernah beberapa kali direnovasi. Hanya renovasi minor tanpa mengubah bentuk bangunan. Bahkan gerbang utama masih merupakan bangunan aslinya sejak dibuat.
Kini, klenteng yang masih dijadikan tempat peribadatan bagi penganut ajaran Thao, sering juga didatangi turis untuk wisata sejarah dan budaya. Yups, klenteng ini memang terbuka untuk umum. Termasuk turis yang singgah hanya sekedar untuk foto-foto modelan kami ini. Foto-fotonya tentunya dengan memperhatikan tata cara dan kesopanan, yaa.. Karena biar bagaimanapun, bangunan ini merupakan tempat ibadah yang harus kita hormati.
Klenteng Hok Lay Kiong ini berada di daerah Margahayu, Bekasi Timur. Letaknya berada di daerah perumahan penduduk yang tidak terlalu jauh dari jalan raya. Namun menemukan klenteng ini tidak semudah terlihat di dalam peta. Banyak jalan satu arah yang membuat para pengendara susah berbalik arah. Hambatan lain adalah gang masuk yang tersamarkan dari arah jalan raya. Hal ini membuat orang yang tidak terbiasa melalui jalan tersebut akan bingung. Satu lagi kendalanya adalah, bahkan tidak banyak warga daerah sekitar yang tahu dengan persis letak klenteng ini.
Mengunjungi klenteng Hok Lay Kiong adalah pilihan yang tepat mengisi liburan singkat dengan banyak syarat seperti yang tertulis di atas. Jikalau ada waktu dan kesempatan lain, tentu saya akan dengan senang hati kembali kesana.


Monday, May 18, 2015

Pangrango Berlari

Waktu telah menunjukkan pukul 18.25 WIB dan comuter yg kunaiki baru memasuki 
stasiun Bogor. Belum berhenti, apalagi membuka pintunya dan mempersilahkan para penumpangnya turun.

5 menit lagi jadwal KA Pangrango yg akan kunaiki datang. Jantungku sudah berdebar keras dari satu jam lalu. Saat menunggu comuter ini di stasiun Manggarai.

Sakit kepalaku karena memburu waktu. Sekarang posisiku sudah di depan pintu comuter. Siap menghambur keluar begitu comuter berhenti. Tapi membayangkan kurang dari 5 menit harus transit dari stasiun Bogor ke stasiun Paledang, membuat lututku gemetaran.

Pintu comuter terbuka. Aku menghambur keluar. Berlari menuju pintu keluar stasiun. Berhenti sebentar untuk bertanya pada security, mana jalan tercepat ke stasiun Paledang. Pilihannya adalah, memutar dan menambah lebih dari 200m perjalanan, atau memangkas 200m perjalanan tsb namun menaikin JPO. JPO tsb sudah pasti tinggi. Pastinya butuh usaha lebih dan juga waktu untuk menaikinya dan menuruninya. Kali ini aku pilih pilihan kedua. 

Naik JPO ini menguras tenagaku. Ketika turun dan harus berlari di jalan datar, kakiku sepertinya sudah tidak mampu. Gemetar. Tapi untuk menyerah di beberapa meter terakhir rasanya bukan pilihan bijak.
Tepat di belokan terakhir sebelum masuk stasiun Paledang, KA Pangrango yg akan kunaiki datang dari arah berlawanan. Dengan sisa tenaga yg ada, aku terus berlari.

Hmfff.. Detik-detik terakhir boarding passes!

Akhirnya, perjuangan beberapa jam terakhir selesai. Pencapaiannya adalah, aku berhasil duduk manis di dalam KA Pangrango dengan bercucur keringat di sekujur tubuh. Jantung berdetak lebih cepat dari biasa. Kaki gemetar tak menentu. Dan tentu saja kesenangan hati yg tak kepalang krn akan camping di Curug Sawer, Sukabumi dengan adik dan kakakku.
It's family time, baby.... :*

Monday, April 06, 2015

Sebuah Kisah Perjalanan

Bulan lalu, Saya melakukan perjalanan dengan seorang sahabat.
Tema perjalanan nya adalah menelusuri kejayaan Melayu jaman dahulu.
Tujuannya sudah barang tentu adalah Malaka, Melaka, atau Malacca.
3 nama itulah yang biasa dipakai. Dan dalam tulisan ini, Saya akan memakai kata Malaka. Karena lebih terbiasa menggunakan kata tersebut ;)

Perjalanan di mulai pada pagi hari di awal sebuah weekend.
Yups, harus pagi hari karena rumah kami terletak jauh dari bandara. Butuh minimal 2 jam perjalanan untuk sampai ke bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.
Perjalanan berlanjut dengan penerbangan selama kurang lebih 2 jam ke Kuala Lumpur.
Dari Kuala Lumpur, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan bus.
Sampai di Malaka, perjalanan belum selesai. Kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan bis kota yang mengantarkan kami ke hotel.

Hotel kami terletak tidak jauh dari pusat wisata.
Perjalanannya sendiri pun sebenarnya tidak lama.
Namun karena saat itu adalah malam minggu, dimana daerah tersebut jadi begitu amat sangat ramai, maka kemacetan tidak dapat terelakkan lagi. Jadilah kami harus berlama-lama menunggu bis tersebut di terminal. Termasuk berlama-lama menghadapi macetnya jalan malam itu. hufftt...

Kami tidak tau lokasi pasti hotel yang dimaksud walau dalam lampiran bukti pemesanan hotel, dilampirkan denah lokasi.
Adalah seorang kakek tua yang sejak dalam bis memberitahu bahwa dia tau lokasi hotel tersebut.
Singkat cerita, sang kakek yang mengaku bernama Datuk Idrus mengajak kami turun di satu titik yang sebenarnya jauh dari lokasi hotel kami berada.
Beberapa kali beliau pun bertanya kepada pemilik hotel dan pemilik toko perihal hotel yang dimaksud.
Arghhh.. sebenarnya nih kakek tau ga sih??
Saya menggerutu dalam hati.
Namun melihat keceriaan Datuk Idrus dalam mengantar kami dan ceritanya tentang lokasi wisata dan kejayaan Melayu pada jaman dahulu kala, akhirnya saya berdamai dengan kaki yang mulai letih berjalan mencari lokasi hotel.
Anggap saja, kami sedang melakukan walking tour gratis.

Walaupun perempuan, saya bukan termasuk dari golongan mereka yang tidak bisa membaca peta dan arah.
Hahaha... pisss ya sist ^_^v
Ketika pada akhirnya kami melalui jalan yang ada di dalam peta lokasi hotel yang terdapat di dalam lampiran booking hotel, kali ini Saya lah yang menjadi pemimpin rombongan.
Yeayyy dan akhirnya kami menemukan lokasi hotel yang dimaksud.
Sekilas info, lokasi hotel berhadapan dengan pantai yang cantik. Hotelnya bertarif murah dengan kamar yang lega dan fasilitas yang baik. Staf hotelnya pun sangat ramah dan membantu.

Kembali ke Datuk Idris.
Terlepas dari telah membuat kami berkeliling dengan ransel yang lumayan berat pada malam hari di saat kami telah lelah dalam seharian perjalanan, dia adalah orang baik.
Beliau mau dengan sukarela membantu kami menemukan lokasi yang kami cari.
Alasannya adalah "Saya suka membantu orang, karena Saya berharap orang lain akan membantu Saya ketika Saya membutuhkannya. Saya percaya teori tebar tuai."
That's the point!!

Berbuat baiklah.
Percayalah teori tebar tuai tersebut.
Saya sendiri percaya!
Dan Alhamdulillah, Saya selalu menemukan orang2 baik dalam perjalanan yang Saya lakukan.  



Wednesday, September 26, 2012

GoKL


Finally,
This is for the first time I going to abroad.
Niat awalnya tuh mau ke Korea, tapi ternyata stlh liat sikon <keuangan dan juga peak season kerjaan – sehingga ga memungkinkan cuti lama>, maka sampailah aku di persinggahan pertama perjalanan keluar negri ini hanya sampai di Kuala Lumpur, Malaysia.
Itupun, rencana di KL mau 4 hari 3 malam, akhirnya disanapun berakhir dengan 3 hari 2 malam.
Klo mau jujur sih, seakan ga berasa kluar negri. Soalnya masih banyak yg tau aku tuh ngomong apa disanaaa.. Haha J

Ga banyak cerita mengalir dalam tulisan ini. Karena memang ga terlalu banyak tempat disana yg aku kunjungi.
Hmm,,entahlah.
Entah karena keterbatasan waktu yg ada sehingga aku tidak mampu mengeksplore semua yg ada disana, <bahkan sampai ke tempat “yang biasanya turis kunjungi” di seputaran KL pun tidak berhasil aku kunjungi semuanya> atau karena keterbatasan dana dan perbedaan keinginan tujuan yg ingin dikunjungi yg membuat perjalanan kli ini menjadi kurang sukses L
Tapi dari setiap perjalanan pasti ada bermacam cerita yang bisa diambil hikmahnya. Dalam perjalanan kali ini, lebih banyak perasaan sesama manusia dan cerita mengenai urban social yang dapat aku ceritakan kemudian <tidak dalam tulisan ini tentunya>.




















Di taman depan Suria KLLC
<cuma di tamannya aja, soalnya datang kesananya udah malem>



 

It’s Batu Cave
<ini adalah kuil Hindu sbnrnya, tapi udah jadi objek wisata jg bagi para pelabcong yg datang ke Kuala Lumpur>


















Central Market, and they called it “Pasar Seni”
<another tempat belanja di Kuala Lumpur yg emang udah buanyak bgt tempat belanja ituuu>

Monday, July 23, 2012

Historical Islands Adventure

Udah lama banget ga menikmati liburan di luar ruangan. Sejak tertular hobby galau nya jeng Nicsy yang selalu kero2 all day long di mall.
Klo dia bisa nularin gw, seharusnya gw bisa nularin dia dg hobby2 gw dong yaa.. Moso gw yg kedoktrin sihh :p
Gw tau udah bukan jamannya ngebolang spt jaman kuliah dulu. Temen2 ngebolang jg udah berkurang secara signifikan. hiksss..
Tapiii, gw nemu sebuah komunitas yg seru.
Komunitas Historia Indonesia :
Belajar sejarah ga sll harus ngapal, Belajar sejarah means jalan2 - murmerbok pulak, Belajar sejarah means bukan jd kutu buku yg cupu tp malahan kenal bnyk org dan bersosialisasi, Belajar sejarah artinya masuk tipi. hahaha :))

silahkan menikmati video "Jalan-jalan Asik" nya Metro TV yaaa..
ada gw loh disitu ;)

Historical Islands Adventure - Tempat Bersejarah di Teluk Jakarta