Showing posts with label sejarah. Show all posts
Showing posts with label sejarah. Show all posts
Wednesday, November 21, 2018
Old Town and New Knowledge
Jika pergi ke suatu tempat baru, baik di dalam maupun di LN, saya selalu menyempatkan pergi ke daerah kota tua nya. Daerah dimana pusat peradaban masyarakat tsb bermula. Biasanya, polanya sering kali mirip. Di sekitar pelabuhan, tempat dimana pusat perdagangan bermula dan berkembang lalu membesar. Atau di daerah lembah sungai, jika masyarakatnya agraris.
Dalam perjalanan saya ke NZ beberapa waktu yang lalu, saya berjalan kaki menyusuri wilayah kota tua di Auckland sambil menunggu teman-teman saya dari Jakarta, datang. Ya, dalam perjalanan kali ini, saya beda pesawat dengan ke-3 teman saya. Saya sudah sampai satu hari sebelumnya. Di wilayah kota tua, saya berjalan ke pelabuhan, ke terminal feri, ke gereja yg terletak di samping pelabuhan, dan ke stasiun kereta api, tempat dimana barang-barang industri masuk ke negara ini lalu didistribusikan ke penjuru negeri ini. Oiya, kereta disini memang lebih difungsikan untuk mengangkut barang industri dan perdagangan, bahkan sampai sekarang. Untuk mobilitas orang, mereka lebih memilih menggunakan pesawat terbang atau berkendara dengan mobil jika bepergian. Kali ini kami pun mengikuti kebiasaan orang-orang, melakukan road trip menyusuri pulau utara ke selatan. Welcome jalanan NZ, hehe :)
Lalu di Christchurch, salah satu kota besar di South Island, saya juga melakukan hal yang sama. Mengelilingi wilayah kota tua.
Foto di atas adalah foto saya dengan patung salah satu pendiri kota Christchurch. Seorang yang pada masanya, mengarungi lautan puluhan ribu KM, dari negara asalnya, untuk sebuah cita-cita: gold glory and gospel. Yang pada masanya memang menjadi cita-cita hampir semua penjelajah samudera. Cita-cita yang pada akhirnya menimbulkan banyak penindasan terhadap sesama manusia, penaklukan terhadap daerah-daerah yang dikuasai oleh bangsa inferior.
Selalu menjadi diskusi panjang jika membicarakan sejarah peradaban manusia. Selalu menyenangkan mengetahui pengetahuan baru berkenaan dengan kebudayaan suatu bangsa. Yaa, alasan inilah yang melandasi saya untuk selalu menyempatkan pergi ke daerah kota tua di tempat dimana saya pergi travelling. Semoga menginspirasi.
Tuesday, August 01, 2017
The Great Wall of China
Siapa yang tidak tahu ’The Great Wall of China?’ Mengunjunginya pada musim dingin mungkin bukan pilihan terbaik bagi orang yang lahir dan besar di daerah tropis. Udara dingin yang berembus menyentuh tengkuk bisa terasa menusuk tulang. Untuk menghindari suhu dingin tersebut saya pun memilih ‘Badaling Section’ yang bisa dicapai dengan ‘Cable Car' sehingga tak perlu berjalan panjang melawan suhu yang berkisar minus 4 hingga 0 derajat Celcius.
Dari lima titik paling populer The Great Wall yang dapat dikunjungi--Badaling, Mutianyu, Jinshanling, Huanghuacheng, dan Simatai--‘Badaling Section’ adalah bagian yang paling banyak dipilih wisatawan karena kemudahan akses. Namun, sisi baik mengunjungi pada musim dingin adalah tidak terlalu banyak turis datang sehingga kita bisa lebih leluasa mengeksplorasi dan menikmati pemandangan serbaputih akibat salju yang turun.
Anyway, sudah follow @iwashere_id ?
Foto dan tulisan ini, bisa kalian liat dst jg yaa :)
Sunday, March 12, 2017
Goes to China
Yes, I did it!
Kenapa China?
Xi’an, Harbin dan Beijing adalah 3 kota di China yang saya kunjungi
dalam trip kali ini. Kenapa 3 kota ini?
Di hari saya ke Terracotta Wariors Museum, saya harus terbang ke Harbin di malam harinya. Saya sudah janjian dengan Fatima disana. Dia menyusul saya ke China di hari berikutnya dengan Malaysian Airlines dan langsung menuju Harbin.
Di Harbin:
Hari ketiga di Beijing kita ke; 1) Forbiden City, 2) Tiannamen Square dan pergi belanja oleh-oleh setelahnya sampe malem.
Finally, awal Januari ini sukses liat
salju!
Sebelumnya,
awal tahun 2016, saya dan Fatima, teman saya, back to Seoul dan sekitarnya. Niatnya winter-an liat salju. Tapi ternyata ga ada salju disana. Selama 5
hari kita di Korea, liat salju (atau es, lebih tepatnya) yaaa pas di tempat
ski. Dan berhubung ski itu mahal, jadilah kita cuma fotoan aja disitu. 😂😂😂
Maka kembalilah saya merencanakan winter
trip berikutnya. Sebagai pengganti si winter
trip yang mendekati gagal itu. Winter
trip kali ini rencananya lebih ke utara. Tujuannya biar ga nanggung. Jadi
memang sengaja cari lokasi yang pasti ada salju.
Harbin. Yes, HARBIN!
Pasti ada salju disana. Karena setiap tahunnya, di Harbin ada festival
musim dingin; jadi akan ada festival salju dan festival es. Maka jadilah
tujuan kita winter-an kali ini ke
China.
Ini lebih ke faktor ekonomis aja, sebenernya. Sebelumnya, saya
memutuskan mencari lokasi yang lebih ke utara, yang terjangkau dengan tabungan
yang ada. China bagi saya juga merupakan negara yang ingin sekali saya
kunjungi. Sejak saya suka sejarah, sejak saya tau China adalah salah 1 negara
yang mempengaruhi kebudayaan dunia, sejak saya tau rute jalan sutra, sejak saya
membaca kisah pembangunan Great Wall,
sejak saya suka kisah Legenda Ular Putih, sejak pengen banget ketemu Yoko,
sejak liat film Mummy yang shootingnya di China,
sejak dulu sih pastinya. Jadi ini semacam melaksanakan bucket list; must visit.
Jadi, ke China tanpa ke Great
Wall dan ke Terracotta Wariors Museum
itu bagi saya laksana kita pergi ke Mesir tanpa liat Pyramid atau ke Paris tapi ga ke Eiffel Tower. Atau kayak sayur ga digaremin; enak tapi tetep aja ga
lengkap. So, mumpung ke China, Xi’an
dan Beijing ga mungkin saya skip.
Harbin? Ya namanya juga ini winter
trip yaa, jadi ya ke festival musim dingin di Harbin dong pastinya.
Rute saya selama winter trip
ini adalah:
Bekasi – Cengkareng – KL – Xi’an – Harbin – Beijing – KL – Cengkareng –
Bekasi.
Dari Cengkareng ke Xi’an dan dari Beijing balik ke Cengkareng, saya
naik Air Asia. Dapet tiket murah karena lagi promo. Tapi ga murah-murah banget
sih, ada teman yang dapet lebih murah soalnya.
Dari Xi’an ke Harbin, saya naik China Southern Airlines. Maskapai fullboard. Ga dapet harga murah. Mungkin
karena belinya juga udah mendekati hari H. Dan waktu yang saya pilih adalah
musim liburan. Jadi harga yang saya keluarkan bahkan lebih mahal dari tiket PP
Indonesia – China yang saya beli sebelumnya di Air Asia.
Xi’an
Ngapain aja di Xi’an? Kemana aja? Ada apa disana?
Xi’an yang saya tau adalah sebuah kota kuno. Kota yang sudah sejak lama
ada, bahkan merupakan pusat pemerintahan China di jaman dulunya.
80% wisata di Xi’an adalah wisata sejarah. Ada Terracotta Wariors Museum disini, ada Bell Tower of Xi’an, Xi’an City Wall, Titik 0 KM Jalan Sutra dan
lain-lain hal yang berhubungan dengan sejarah China, juga sejarah peradaban
dunia. Bahkan wisata kuliner yang saya lakukan disini pun berhubungan dengan
wisata sejarah. Tempat yang terkenal untuk wisata kuliner ada di daerah Muslim Street. Kawasan ini dekat dengan Great Mosque of Xi’an. Masjid raya yang
sudah berusia ribuan tahun, dan masih digunakan untuk ibadah sehari-hari kaum
muslim itu sendiri. Selain tentu saja dibuka untuk wisata sejarah bagi umat
beragama lainnya.
Oiya, untuk muslimin yang masuk ke Great
Mosque of Xi’an ini gratis. Tapi untuk umat beragama lain, tiket masuk
adalah 15 Yuan.
Saya cuma 2 hari aja di Xi’an.
Hari I
1) Xi’an City Wall, 2) Bell Tower, 3) Keliling pusat perbelanjaan (sesungguhnya kami ‘ga
belanja, Cuma sekedar menghangatkan tubuh aja, kokk.. hahaha), 4) Muslim Quarter, 5) Great Mosque of Xi’an, 6) Muslim
Street.
Rute ini saya jalani
seharian, dari jam 10 AM keluar hostel, balik ke hostel jam stgh 10 malam.
Hari II
Terracotta Wariors Museum!
Iya, hari ini cuma 1
lokasi aja. Soalnya perjalanannya juah dan saya harus cari jejak untuk bisa
kesini. Feel free to get lost deh
pokoknya. Hahaha...
Episode ke Terracotta Wariors Museum itu jadi
cerita panjang tersendiri tentunya!
Di hari saya ke Terracotta Wariors Museum, saya harus terbang ke Harbin di malam harinya. Saya sudah janjian dengan Fatima disana. Dia menyusul saya ke China di hari berikutnya dengan Malaysian Airlines dan langsung menuju Harbin.
Harbin
Saya ke Harbin naik
China Shouthern Airlines. Ini penerbangan fullboard,
jadi mahal. Saya sendiri ga rekomen maskapai ini. Bukan Cuma karena mahalnya aja
sih, maskapai ini ga ada check in online-nya.
Padahal antrian check in nya aduhaiii
dehh.. Antriannya semrawut! Lama! Gak terkoordinasi dengan baik. Padahal saya
masih harus masuk bagian pemeriksaan bandara Xi’an yang berlapis-lapis. Hikkss,
pake acara lari-larian, jalan jauh dan masuk pesawat terengah-engah. Dapet
tempat duduk paling belakang. Kursi di depan saya ga sopan karena mundurin
bangkunya sampe mentok. Bikin saya ngerasa sumpek banget. Hal ini diperparah
dengan seringnya saya kesikut ama orang-orang yang ga berhenti-hentinya ke
toilet. Makkkk! Ampuunn!
Saya ga mau cerita
lebih banyak tentang kekecewaan saya terhadap maskapai ini. Masih banyak daftar
kekecewaan saya sebenernya, tapi biarlah ini menambah kisah saya dalam
perjalanan kali ini. Namanya perjalanan kan emang gitu, there is always good and bad side in the same times.
Saya sampe di Harbin
tanggal 3 dinihari. Cuma punya waktu yang seharian penuh, yah pas di tanggal 3
itu aja. Tanggal 4 siang udah harus ke Beijing.
Agak memaksakan ya?!
Saya rasa juga gitu. Apalagi
dengan semua biaya yang harus saya keluarkan dalam perjalanan ke Harbin ini. Kok,
saya kayak ngerasa “ga sebanding” aja.
Tapi ketika saya mikir lagi
untuk berada berlama-lama di suhu minus tinggi, kok yahh jadi ketar ketir
sendiri mikirinnya yaahh..
Alhasil? Yah itulahh..
Saya cuma sehari
explore Harbin.
Untungnya di Harbin
memang tidak terlalu banyak spot yang
bisa diexplore. Semua yang jadi highlight disini adalah tentang salju,
es, dan musim dingin. Dan itu ada di satu lokasi yang disebut Sun Island. Tapi jangan harap matahari
bersinar cerah ceria di Pulau Matahari ini yah. Apalagi pas musim dingin.😆
Karena datengnya udah
dinihari, kita baru keluar penginapan di jam 11 siang.
Udah lapar karena dari
semalem gak makan. Jadi, kita cari makan dulu. Lucunya, kita malah makan
makanan Korea. Hahaha 😋😁
- Saya ke Sun Island dan mengunjungi 1) Snow Sculpture Festival, 2) North Pole, 3) Ice World Festival.
- Sophia Church; karena ini Gereja, jadi kita fotoan di depannya aja. Itu aja udah seneng banget. Berasa ke Rusia, gitu. Soalnya arsitekturnya Sophia memang mirip banget gereja-gereja di Rusia. Ga heran sih, Harbin itu kan daerah utara China yang memang berbatasan dengan Rusia.
Yang jelas selama di Harbin, kita tuh seneng banget
karena bisa ngeliat salju yang banyak dan berserakan di taman-taman dan
jalan-jalan. Bahkan foto-fotoan di taman aja, udah happy. Maklum ajalah yaa, kita kan anak daerah tropis yang dari
lahir ga pernah ngeliat salju.
Disini banyak orang baik. Setidaknya, disini kita
sering ditolong sama orang-orang baik yang dengan sukarela membantu. Ada polisi
yang baik hati ngasih tau jalan walau bahasa Inggris nya gubrak banget. Hahaha
Ada pula Tao, mahasiswa yang mukanya boros. Sumpah, saya
kirain seumuran ama kita. Hahaha
Tapi dia baik banget. Nganterin kita keliling nyariin Ice World Festival dan Gereja Shopia. Bantuin nolak-nolakin
tukang dagang yang pada maksa di depan Ice
World Festival. Sampe bayarin bis pass keluar dari Sun Island karena kita ini adalah turis yang kliwat gaya dan ga
punya recehan 1 Yuan buat bayar bis. Ouch..
Sayangnya foto kita bertiga sama Tao ngeblur gitu.
Andai aja bagus, saya bakalan pasang deh.
Ada beberapa hal sebenernya yang gagal untuk dilakuin
di Harbin. Antara lain adalah foto-foto bertabur salju atau tiduran di salju.
Hahaha.. Iya, saya norax!
Beijing
Sampe di Beijing udah malem. Yang dilakukan Cuma nyari
hotel yang udah kita booking sebelumnya dan istirahat. Persiapan diri untuk
perjalanan besoknya.
Selama di Beijing kita nginap di Spring Time Hostel. Lokasinya ga jauh dari stasiun metro. Sebelah pintu
keluarnya persis. Dari segi lokasi, it is
in a good location. Kita ga perlu jalan jauh-jauh untuk mencapai stasiun metro.
Walau ini hostel, tapi kamar dan pelayanannya OK. Harganyapun murah. Saya
rekomen hotel ini buat tempat menginap kalau ada orang yang tanya rekomendasi
penginapan di Beijing.
Hari kedua di Beijing,
kita ke Great Wall. Yeayyy!
Great Wall, We are coming. Hahaha.. #lebay
Kita ke Badaling Section, Great Wall. Konon jalur
inilah yang termudah. Seru!
Mungkin perjalanan ke Great Wall ini akan saya tuliskan dalam
cerita tersendiri.
Karena ini musim
dingin, saya kedinginan banget selama di Great
Wall. Soalnya pas kita di Great Wall,
pas hujan salju turun juga. Kita bahkan sempet ngalamin jarak pandang yang
sangat pendek, ga kliatan apa-apa, palingan cuma sebatas 2 meter ke depan aja.
Jadi saran saya, kalo
mau puas fotoan narsis, datanglah ke Great
Wall pada 3 musim lainnya selain musim dingin.
Hari ketiga di Beijing kita ke; 1) Forbiden City, 2) Tiannamen Square dan pergi belanja oleh-oleh setelahnya sampe malem.
Ada kejadian lucu bin
deg-deg’an di hari ketiga kita di Beijing. Dalam perjalanan dari Forbiden City ke Tiannamen Square, kita sempet “nyasar” karena sotoy ngikutin
petunjuk peta yang kita ambil dari hotel. Alih-alih mencoba menikmati
perjalanan, kita fotoan di jalanan yang lucu dan keren untuk di foto. Tapi ga’
sampe 50m dari tempat kita foto, kita di stop sama tentara yang lagi jaga di
depan gedung yang menurut pengamatan saya, gedung pemerintahan. Entah apa
karena saya sama sekali buta tulisan China dan ga menemukan sama sekali tulisan
latinnya. Dia minta liat foto yang tadi kita ambil dan kemudian foto itu
dihapus.
Hiks, agak menyesali
insiden penghapusan foto itu. Tapi ga bisa protes. Takut malah berbuntut
panjang. Saya cuma pengen balik ke Indonesia utuh. Pergi sehat, pulang selamet.
Udah itu aja.
Di waktu istirahat
setelahnya, saya baru menyadari kalau kita tadi foto di depan departemen
pertahanannya China. Mungkin, termasuk yang dilarang untuk difoto dan diedarkan
diinternet. Mereka tau kita turis dan narsis, jadi kejadian penghapusan foto
itu adalah antisipasi untuk tersebarnya lokasi dan situasi di tempat tersebut. Ampun
om tentara, sesungguhnya kami ga tau kalo ga boleh foto disitu.
Selepas belanja oleh-oleh,
saya langsung final packing, mandi
dan cuss ke airport buat balik ke
Indonesia. Penerbangan balik saya jam 4 pagi. Tapi saya udah sampe di airport
11 malem. Nunggu di airport is better than saya telat karena
kesiangan bangunnya. Saya naik kereta ke airport
pake kereta yang terakhir. Beruntung saya masih bisa ngejar nih kereta. Temen saya
ga keuber dan akhirnya harus naik taksi. Dia ngeluarin ongkos lebih mahal 5
kali lipat dari ongkos yang saya keluarkan untuk ke airport.
Penerbangan balik
transit kembali di KL.
Ada sebagian asa yang
tertinggal di China. Asa untuk lebih lama menjelajah dan mengunjungi tempat
bersejarah dan berpengaruh pada kemajuan peradaban dunia, pada perkembangan
kebudayaan di Indonesia.
Semoga Tuhan selalu menyehatkan
saya dan memampukan saya untuk kembali kemari atau ke tempat lainnya untuk terus
memperkaya jiwa. Aamiin.
Labels:
ancient city,
beijing,
china,
dreams,
friendship,
harbin,
museum,
old building,
salju,
sejarah,
stories,
terracotta,
travelguide,
travelling,
winter,
winter trip,
wisata sejarah,
xian
Thursday, March 09, 2017
Winter Trip - China
Dari sekedar wacana mau liat salju, sampai episode berburu tiket demi mewujudkan mimpi, sebenernya video ini terlalu singkat untuk menggambarkan semuanya.
Cuma satu pesennya, kalau emang udah mimpi, wujudkanlah!
Mimpi itu untuk dicarikan cara agar bisa diwujudkan, bukan disimpan di dalam relung jiwa dan tetap menjadi mimpi sampai akhirnya disesali kemudian.
Just watch this video and enjoy :)
Tuesday, January 24, 2017
Feel Free to Get Lost, One Day in Xi'an
Bagi saya pribadi, setiap perjalanan yang saya lakukan adalah sebuah petualangan. Bahkan untuk perjalanan ke suatu tempat yang sudah pernah saya lakukan sebelumnya pun, akan menjadi sebuah petualangan. Hal ini bisa jadi karena beda travel mates, atau beda lokasi tujuan walau masih di satu kota yang sama.
Jangan bayangkan petualangan ala Indiana Jones di film nya. Petualangan bagi saya cukup keluar dari rutinitas harian dan mengalami hal baru. Hal baru inilah yang biasanya jadi mendebarkan. Sesuatu yang mendebarkan bagi saya sudah sama sensasinya dengan berpetualang seperti dalam gambaran orang-orang.
Dalam perjalanan saya belum lama ini, ada satu hari saya punya waktu sendirian. Hal ini karena ada satu lokasi yang sangat ingin saya kunjungi yang tidak dikunjungi oleh teman seperjalanan saya. Jadilah hari itu saya berpetualang sendirian mencari Terracotta Museum.
Perjalanan menemukan Terracotta Museum menurut saya cukup menegangkan. Bayangkan, saya berada di suatu tempat yang bahasanya tidak saya mengerti sama sekali, baik lisan maupun tulisan. Mereka pun tidak mengerti bahasa yang saya ucapkan. Bahkan ketika saya berbicara dalam bahasa Inggris pun, susah sekali menemukan orang yang mengerti apa yang saya tanyakan, begitupun sebaliknya; susah sekali saya mengerti apa yang mereka maksud. Ahhh rasanya saya lost in translation.
Saat itu saya juga tidak bisa mengandalkan google map sama sekali. Google diblokir oleh pemerintah China.
Saya mengandalkan hasil screenshoot HP teman saya yang dikirimkannya melalui what's app. Isinya mengenai rute perjalanan yang dituliskan oleh orang-orang yang sudah pernah ke Terracotta Museum.
Permasalahan bermula dari semua data yang terkirim adalah dalam bahasa Indonesia, padahal stasiun dan terminal yang saya tuju, ditulis dalam huruf China dan mereka punya penamaan sendiri dalam bahasa mereka untuk menyebut Terracotta Museum itu. Perlu diketahui, mereka menyebut Bing Ma Yong untuk Terracotta Museum.
Dalam petunjuk, saya harus ke Xi'an Railway Station lalu mencari pemberhentian bis no 5 (306). Bis inilah yang akan membawa saya ke Terracotta Museum. Simple yaa?
Tapi kenyataannya tidaklah se-simple itu.
Yaaa, karena saat saya sudah di dalam metro subway, ga ada yang tau dimana Xi'an Railway Station. Boro-boro untuk menanyakan lokasi bis no 5 (306) itu?
Pencarian ini makin sulit karena orang-orang yang ditanya tidak mengerti apa yang kita tanyakan, dan kita pun tidak tau apa yang mereka maksud. Seperti yang saya jelaskan di atas. Dalam kasus saya, saya sampai diantar oleh salah seorang penjaga di stasiun ke pos informasi, dimana disana ada yang bisa bahasa Inggris, tentu saja. Saya pun dituliskan huruf-huruf dalam tulisan China, sehingga saya dapat menunjukkan tempat yang dimaksud oleh saya pada orang yang saya tanya. Atau saya dapat menyamakan tulisan tersebut pada papan informasi yang ada.
Alhasil, setelahnya saya seperti seorang pramuka yang mencari jejak.
Dalam mencari jejak ala saya, saya juga mengandalkan feeling dan kebiasaan orang. Jadi, memperhatikan kebiasaan orang itu ternyata bisa berguna juga. Memperhatikan orang itu ga melulu kepo, hehe..
Dibawah ini saya akan memberikan tips dan arahan arah yang menurut saya mudah untuk diikuti oleh orang yang akan mencari Terracotta Museum, bahkan jika petunjuk ini dipakai dengan benar, bisa jadi ga perlu bertanya lagi pada penduduk sekitar. Karena bertanya disini pada akhirnya bisa membuat kita pusing menterjemahkan apa yang mereka maksud.
Dari lokasi dimanapun kamu berada di kota Xian, carilah stasiun subway terdekat dan pergilah ke Wulukou. Wulukou yaa, bukan Xi'an Railway Station.
Wulukou ini berada di dalam jaringan metro subway line 1, sedangkan Xi'an Railway Station itu adalah stasiun untuk kereta jarak jauh, kereta keluar kota. Jadi, itu adalah 2 lokasi yang berbeda yaa.. Jangan sampai salah yaa..
Kalau kamu pengguna commuter line, kamu sudah akan familiar dalam pencarian jalur dan menemukan stasiun yang saya maksud. Kalau kamu tidak familiar dengan sistem jalurnya, ingatlah kalau Wulukou ini ada di line 1 (berwarna biru). Jadi jangan sampai salah jalur dan warna
Di bawah ini, ada tulisan Wulukou dalam tulisan China. Bisa dicocokkan untuk memastikan kamu berada di stasiun yang benar.
Ketika sudah sampai di Wulukou, perhatikan pintu keluarnya. Kita ambil exit D, ke arah Xi'an Railway Station.
Mengambil exit D itu adalah yang paling simple untuk menuju terminal bis yang akan kita tuju. Setelah keluar dari exit D, kita perlu berjalan kurang lebih 200m lagi.
Kemana kita harus berjalan? Dari 8 penjuru mata angin, mana yang harus dipilih? Nah,, saat itu saya mengandalkan feeling saya untuk menentukan kemana saya harus melangkah. Saya, mengikuti mereka yang membawa koper dan mereka "yang terlihat akan pergi jauh". Yaa, karena kita menuju terminal bis dimana terminal tersebut berada di depan Xi'an Railway Station, dimana orang akan pergi keluar kota, jadi hal yang paling mudah untuk menentukan kemana saya melangkah adalah mengikuti mereka-mereka itu.
Jangan bayangkan petualangan ala Indiana Jones di film nya. Petualangan bagi saya cukup keluar dari rutinitas harian dan mengalami hal baru. Hal baru inilah yang biasanya jadi mendebarkan. Sesuatu yang mendebarkan bagi saya sudah sama sensasinya dengan berpetualang seperti dalam gambaran orang-orang.
Dalam perjalanan saya belum lama ini, ada satu hari saya punya waktu sendirian. Hal ini karena ada satu lokasi yang sangat ingin saya kunjungi yang tidak dikunjungi oleh teman seperjalanan saya. Jadilah hari itu saya berpetualang sendirian mencari Terracotta Museum.
Perjalanan menemukan Terracotta Museum menurut saya cukup menegangkan. Bayangkan, saya berada di suatu tempat yang bahasanya tidak saya mengerti sama sekali, baik lisan maupun tulisan. Mereka pun tidak mengerti bahasa yang saya ucapkan. Bahkan ketika saya berbicara dalam bahasa Inggris pun, susah sekali menemukan orang yang mengerti apa yang saya tanyakan, begitupun sebaliknya; susah sekali saya mengerti apa yang mereka maksud. Ahhh rasanya saya lost in translation.
Saat itu saya juga tidak bisa mengandalkan google map sama sekali. Google diblokir oleh pemerintah China.
Saya mengandalkan hasil screenshoot HP teman saya yang dikirimkannya melalui what's app. Isinya mengenai rute perjalanan yang dituliskan oleh orang-orang yang sudah pernah ke Terracotta Museum.
Permasalahan bermula dari semua data yang terkirim adalah dalam bahasa Indonesia, padahal stasiun dan terminal yang saya tuju, ditulis dalam huruf China dan mereka punya penamaan sendiri dalam bahasa mereka untuk menyebut Terracotta Museum itu. Perlu diketahui, mereka menyebut Bing Ma Yong untuk Terracotta Museum.
Dalam petunjuk, saya harus ke Xi'an Railway Station lalu mencari pemberhentian bis no 5 (306). Bis inilah yang akan membawa saya ke Terracotta Museum. Simple yaa?
Tapi kenyataannya tidaklah se-simple itu.
Yaaa, karena saat saya sudah di dalam metro subway, ga ada yang tau dimana Xi'an Railway Station. Boro-boro untuk menanyakan lokasi bis no 5 (306) itu?
Pencarian ini makin sulit karena orang-orang yang ditanya tidak mengerti apa yang kita tanyakan, dan kita pun tidak tau apa yang mereka maksud. Seperti yang saya jelaskan di atas. Dalam kasus saya, saya sampai diantar oleh salah seorang penjaga di stasiun ke pos informasi, dimana disana ada yang bisa bahasa Inggris, tentu saja. Saya pun dituliskan huruf-huruf dalam tulisan China, sehingga saya dapat menunjukkan tempat yang dimaksud oleh saya pada orang yang saya tanya. Atau saya dapat menyamakan tulisan tersebut pada papan informasi yang ada.
Alhasil, setelahnya saya seperti seorang pramuka yang mencari jejak.
Dalam mencari jejak ala saya, saya juga mengandalkan feeling dan kebiasaan orang. Jadi, memperhatikan kebiasaan orang itu ternyata bisa berguna juga. Memperhatikan orang itu ga melulu kepo, hehe..
Dibawah ini saya akan memberikan tips dan arahan arah yang menurut saya mudah untuk diikuti oleh orang yang akan mencari Terracotta Museum, bahkan jika petunjuk ini dipakai dengan benar, bisa jadi ga perlu bertanya lagi pada penduduk sekitar. Karena bertanya disini pada akhirnya bisa membuat kita pusing menterjemahkan apa yang mereka maksud.
Dari lokasi dimanapun kamu berada di kota Xian, carilah stasiun subway terdekat dan pergilah ke Wulukou. Wulukou yaa, bukan Xi'an Railway Station.
Wulukou ini berada di dalam jaringan metro subway line 1, sedangkan Xi'an Railway Station itu adalah stasiun untuk kereta jarak jauh, kereta keluar kota. Jadi, itu adalah 2 lokasi yang berbeda yaa.. Jangan sampai salah yaa..
Kalau kamu pengguna commuter line, kamu sudah akan familiar dalam pencarian jalur dan menemukan stasiun yang saya maksud. Kalau kamu tidak familiar dengan sistem jalurnya, ingatlah kalau Wulukou ini ada di line 1 (berwarna biru). Jadi jangan sampai salah jalur dan warna
Di bawah ini, ada tulisan Wulukou dalam tulisan China. Bisa dicocokkan untuk memastikan kamu berada di stasiun yang benar.
Ketika sudah sampai di Wulukou, perhatikan pintu keluarnya. Kita ambil exit D, ke arah Xi'an Railway Station.
Mengambil exit D itu adalah yang paling simple untuk menuju terminal bis yang akan kita tuju. Setelah keluar dari exit D, kita perlu berjalan kurang lebih 200m lagi.
Kemana kita harus berjalan? Dari 8 penjuru mata angin, mana yang harus dipilih? Nah,, saat itu saya mengandalkan feeling saya untuk menentukan kemana saya harus melangkah. Saya, mengikuti mereka yang membawa koper dan mereka "yang terlihat akan pergi jauh". Yaa, karena kita menuju terminal bis dimana terminal tersebut berada di depan Xi'an Railway Station, dimana orang akan pergi keluar kota, jadi hal yang paling mudah untuk menentukan kemana saya melangkah adalah mengikuti mereka-mereka itu.
Setelah sampai di terminal bis, masuk dari pintu utama lalu belok kanan dan lurus saja. Tidak lama setelah belok kanan itu, akan terlihat pemberhentian bis seperti dalam gambar di bawah ini.
Naik saja, bayarnya nanti di atas. Bis ini harga 7 Yuan untuk sampai di Terracotta museum. Paling murah diantara bis-bis lain disitu yang menuju Terracotta museum juga.
Selamat Berpetualang!!
Wednesday, September 30, 2015
Gelap
Pernah ga membayangkan hidup dalam kegelapan?
Tentunya saya amat sangat tidak berharap! Karenanya bila pertanyaan itu diajukan kepada saya, saya tidak akan berani membayangkannya.
Tentunya saya amat sangat tidak berharap! Karenanya bila pertanyaan itu diajukan kepada saya, saya tidak akan berani membayangkannya.
Dua minggu lalu saya dan beberapa orang teman berkunjung ke hutan kota Ir. H. Juanda di Bandung. Kami pun mengunjungi gua Jepang yg ada disana.
Di dalam gua sepanjang kurang lebih 300 meter itu, sama sekali tidak ada cahaya. Karenanya, kami menyewa tiga buah senter sebagai penerangannya.
Menurut sang guide yang mengawal perjalanan kami, gua tersebut pada masanya dipakai sebagai tempat penyimpanan amunisi perang. Termasuk hidup dan berkehidupan para tentara.
Nah, balik lagi ke pertanyaan di atas.
Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam gua tersebut?
Di dalam gua sepanjang kurang lebih 300 meter itu, sama sekali tidak ada cahaya. Karenanya, kami menyewa tiga buah senter sebagai penerangannya.
Menurut sang guide yang mengawal perjalanan kami, gua tersebut pada masanya dipakai sebagai tempat penyimpanan amunisi perang. Termasuk hidup dan berkehidupan para tentara.
Nah, balik lagi ke pertanyaan di atas.
Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam gua tersebut?
Throw back to the time when I visit Vietnam. Disana ada Chuchi tunnel. Saat ini, untuk keperluan pariwisata, Chuchi tunnel tersebut diperbesar ukurannya agar bisa dimasukin turis asing yang berbadan jauh lebih besar dari bangsa Vietnam. Juga dipermudah dengan fasilitas tangga yang lebih baik dibanding pada masa awal dibuatnya. Padahal pada masanya, masa perang Vietnam, tunnel tersebut berfungsi sebagai bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakatnya. Mereka hidup dan berkehidupan di dalamnya. Makan, tidur, dan melakukan aktivitas hidup lainnya. Tentu saja jangan harapkan ada penerangan memadai disana pada masa itu.
Lalu kita balik lagi pada pertanyaan di atas. Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam tunnel tersebut?
Bila pertanyaan tersebut dilontarkan hari ini pada sebagian dari masyarakat kita, jawabannya tentu saja mereka tidak berani membayangkannya. Saya bertaruh untuk hasil polling ini.
Kembali pada kedua bangunan tersebut. Tidak ada yang mustahil terjadi di dunia ini. Apalagi bila dilatarbelakangi keterpaksaan yang teramat sangat a.k.a kepepet. Semua pada akhirnya menjadi bisa dan mungkin.
Jika mencermati hal tersebut, ada satu benang merah yang dapat ditarik untuk kehidupan yang lebih baik. Pastinya kita harus menemukan sisi kepepet untuk lebih mengeksplore kemampuan diri dan membuat hidup yang lebih baik dari hari ini. Tidak harus sebegitu menderitanya, karena kepepet bisa karena berbagai macam alasan. Karena alasan remeh dan keciiilll sekalipun :)
"The best tomorrow started from today."
Labels:
friendship,
jalan-jalan,
life,
malam,
me,
sejarah,
stories
Monday, April 06, 2015
Sebuah Kisah Perjalanan
Bulan lalu, Saya melakukan perjalanan dengan seorang sahabat.
Tema perjalanan nya adalah menelusuri kejayaan Melayu jaman dahulu.
Tujuannya sudah barang tentu adalah Malaka, Melaka, atau Malacca.
3 nama itulah yang biasa dipakai. Dan dalam tulisan ini, Saya akan memakai kata Malaka. Karena lebih terbiasa menggunakan kata tersebut ;)
Perjalanan di mulai pada pagi hari di awal sebuah weekend.
Yups, harus pagi hari karena rumah kami terletak jauh dari bandara. Butuh minimal 2 jam perjalanan untuk sampai ke bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.
Perjalanan berlanjut dengan penerbangan selama kurang lebih 2 jam ke Kuala Lumpur.
Dari Kuala Lumpur, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan bus.
Sampai di Malaka, perjalanan belum selesai. Kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan bis kota yang mengantarkan kami ke hotel.
Hotel kami terletak tidak jauh dari pusat wisata.
Perjalanannya sendiri pun sebenarnya tidak lama.
Namun karena saat itu adalah malam minggu, dimana daerah tersebut jadi begitu amat sangat ramai, maka kemacetan tidak dapat terelakkan lagi. Jadilah kami harus berlama-lama menunggu bis tersebut di terminal. Termasuk berlama-lama menghadapi macetnya jalan malam itu. hufftt...
Kami tidak tau lokasi pasti hotel yang dimaksud walau dalam lampiran bukti pemesanan hotel, dilampirkan denah lokasi.
Adalah seorang kakek tua yang sejak dalam bis memberitahu bahwa dia tau lokasi hotel tersebut.
Singkat cerita, sang kakek yang mengaku bernama Datuk Idrus mengajak kami turun di satu titik yang sebenarnya jauh dari lokasi hotel kami berada.
Beberapa kali beliau pun bertanya kepada pemilik hotel dan pemilik toko perihal hotel yang dimaksud.
Arghhh.. sebenarnya nih kakek tau ga sih??
Saya menggerutu dalam hati.
Namun melihat keceriaan Datuk Idrus dalam mengantar kami dan ceritanya tentang lokasi wisata dan kejayaan Melayu pada jaman dahulu kala, akhirnya saya berdamai dengan kaki yang mulai letih berjalan mencari lokasi hotel.
Anggap saja, kami sedang melakukan walking tour gratis.
Walaupun perempuan, saya bukan termasuk dari golongan mereka yang tidak bisa membaca peta dan arah.
Hahaha... pisss ya sist ^_^v
Ketika pada akhirnya kami melalui jalan yang ada di dalam peta lokasi hotel yang terdapat di dalam lampiran booking hotel, kali ini Saya lah yang menjadi pemimpin rombongan.
Yeayyy dan akhirnya kami menemukan lokasi hotel yang dimaksud.
Sekilas info, lokasi hotel berhadapan dengan pantai yang cantik. Hotelnya bertarif murah dengan kamar yang lega dan fasilitas yang baik. Staf hotelnya pun sangat ramah dan membantu.
Kembali ke Datuk Idris.
Terlepas dari telah membuat kami berkeliling dengan ransel yang lumayan berat pada malam hari di saat kami telah lelah dalam seharian perjalanan, dia adalah orang baik.
Beliau mau dengan sukarela membantu kami menemukan lokasi yang kami cari.
Alasannya adalah "Saya suka membantu orang, karena Saya berharap orang lain akan membantu Saya ketika Saya membutuhkannya. Saya percaya teori tebar tuai."
That's the point!!
Berbuat baiklah.
Percayalah teori tebar tuai tersebut.
Saya sendiri percaya!
Dan Alhamdulillah, Saya selalu menemukan orang2 baik dalam perjalanan yang Saya lakukan.
Tema perjalanan nya adalah menelusuri kejayaan Melayu jaman dahulu.
Tujuannya sudah barang tentu adalah Malaka, Melaka, atau Malacca.
3 nama itulah yang biasa dipakai. Dan dalam tulisan ini, Saya akan memakai kata Malaka. Karena lebih terbiasa menggunakan kata tersebut ;)
Perjalanan di mulai pada pagi hari di awal sebuah weekend.
Yups, harus pagi hari karena rumah kami terletak jauh dari bandara. Butuh minimal 2 jam perjalanan untuk sampai ke bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.
Perjalanan berlanjut dengan penerbangan selama kurang lebih 2 jam ke Kuala Lumpur.
Dari Kuala Lumpur, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan bus.
Sampai di Malaka, perjalanan belum selesai. Kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan bis kota yang mengantarkan kami ke hotel.
Hotel kami terletak tidak jauh dari pusat wisata.
Perjalanannya sendiri pun sebenarnya tidak lama.
Namun karena saat itu adalah malam minggu, dimana daerah tersebut jadi begitu amat sangat ramai, maka kemacetan tidak dapat terelakkan lagi. Jadilah kami harus berlama-lama menunggu bis tersebut di terminal. Termasuk berlama-lama menghadapi macetnya jalan malam itu. hufftt...
Kami tidak tau lokasi pasti hotel yang dimaksud walau dalam lampiran bukti pemesanan hotel, dilampirkan denah lokasi.
Adalah seorang kakek tua yang sejak dalam bis memberitahu bahwa dia tau lokasi hotel tersebut.
Singkat cerita, sang kakek yang mengaku bernama Datuk Idrus mengajak kami turun di satu titik yang sebenarnya jauh dari lokasi hotel kami berada.
Beberapa kali beliau pun bertanya kepada pemilik hotel dan pemilik toko perihal hotel yang dimaksud.
Arghhh.. sebenarnya nih kakek tau ga sih??
Saya menggerutu dalam hati.
Namun melihat keceriaan Datuk Idrus dalam mengantar kami dan ceritanya tentang lokasi wisata dan kejayaan Melayu pada jaman dahulu kala, akhirnya saya berdamai dengan kaki yang mulai letih berjalan mencari lokasi hotel.
Anggap saja, kami sedang melakukan walking tour gratis.
Walaupun perempuan, saya bukan termasuk dari golongan mereka yang tidak bisa membaca peta dan arah.
Hahaha... pisss ya sist ^_^v
Ketika pada akhirnya kami melalui jalan yang ada di dalam peta lokasi hotel yang terdapat di dalam lampiran booking hotel, kali ini Saya lah yang menjadi pemimpin rombongan.
Yeayyy dan akhirnya kami menemukan lokasi hotel yang dimaksud.
Sekilas info, lokasi hotel berhadapan dengan pantai yang cantik. Hotelnya bertarif murah dengan kamar yang lega dan fasilitas yang baik. Staf hotelnya pun sangat ramah dan membantu.
Kembali ke Datuk Idris.
Terlepas dari telah membuat kami berkeliling dengan ransel yang lumayan berat pada malam hari di saat kami telah lelah dalam seharian perjalanan, dia adalah orang baik.
Beliau mau dengan sukarela membantu kami menemukan lokasi yang kami cari.
Alasannya adalah "Saya suka membantu orang, karena Saya berharap orang lain akan membantu Saya ketika Saya membutuhkannya. Saya percaya teori tebar tuai."
That's the point!!
Berbuat baiklah.
Percayalah teori tebar tuai tersebut.
Saya sendiri percaya!
Dan Alhamdulillah, Saya selalu menemukan orang2 baik dalam perjalanan yang Saya lakukan.
Labels:
friendship,
jalan-jalan,
life,
me,
sejarah,
senja,
sisterhood,
stories
Tuesday, May 28, 2013
MT Quote
Sikap Anda di masa lalu, menjadikan Anda hari ini.
Dan sikap Anda hari ini, menjadikan Anda di masa depan.
Jika Anda tidak sepenuhnya berbahagia dengan diri Anda hari ini, pastikanlah bahwa Anda tidak meneruskan kehidupan dengan sikap yang sama.
Sikap yang menjadikan kita dijauhi oleh orang lain, adalah juga sikap yang menjauhkan rezeki kita.
Sikap yang menjadikan kita pembahagia sesama, adalah sikap yang menjadikan rezeki tertarik kepada kita.
Sesungguhnya, kita tidak mengejar rezeki.
Rezeki tertarik kepada orang yang sikapnya baik.
Mario Teguh - Loving you all as always
Dan sikap Anda hari ini, menjadikan Anda di masa depan.
Jika Anda tidak sepenuhnya berbahagia dengan diri Anda hari ini, pastikanlah bahwa Anda tidak meneruskan kehidupan dengan sikap yang sama.
Sikap yang menjadikan kita dijauhi oleh orang lain, adalah juga sikap yang menjauhkan rezeki kita.
Sikap yang menjadikan kita pembahagia sesama, adalah sikap yang menjadikan rezeki tertarik kepada kita.
Sesungguhnya, kita tidak mengejar rezeki.
Rezeki tertarik kepada orang yang sikapnya baik.
Mario Teguh - Loving you all as always
Monday, July 23, 2012
Historical Islands Adventure
Udah lama banget ga menikmati liburan di luar ruangan. Sejak tertular hobby galau nya jeng Nicsy yang selalu kero2 all day long di mall.
Klo dia bisa nularin gw, seharusnya gw bisa nularin dia dg hobby2 gw dong yaa.. Moso gw yg kedoktrin sihh :p
Gw tau udah bukan jamannya ngebolang spt jaman kuliah dulu. Temen2 ngebolang jg udah berkurang secara signifikan. hiksss..
Tapiii, gw nemu sebuah komunitas yg seru.
Komunitas Historia Indonesia :
Belajar sejarah ga sll harus ngapal, Belajar sejarah means jalan2 - murmerbok pulak, Belajar sejarah means bukan jd kutu buku yg cupu tp malahan kenal bnyk org dan bersosialisasi, Belajar sejarah artinya masuk tipi. hahaha :))
silahkan menikmati video "Jalan-jalan Asik" nya Metro TV yaaa..
ada gw loh disitu ;)
Historical Islands Adventure - Tempat Bersejarah di Teluk Jakarta
Klo dia bisa nularin gw, seharusnya gw bisa nularin dia dg hobby2 gw dong yaa.. Moso gw yg kedoktrin sihh :p
Gw tau udah bukan jamannya ngebolang spt jaman kuliah dulu. Temen2 ngebolang jg udah berkurang secara signifikan. hiksss..
Tapiii, gw nemu sebuah komunitas yg seru.
Komunitas Historia Indonesia :
Belajar sejarah ga sll harus ngapal, Belajar sejarah means jalan2 - murmerbok pulak, Belajar sejarah means bukan jd kutu buku yg cupu tp malahan kenal bnyk org dan bersosialisasi, Belajar sejarah artinya masuk tipi. hahaha :))
silahkan menikmati video "Jalan-jalan Asik" nya Metro TV yaaa..
ada gw loh disitu ;)
Historical Islands Adventure - Tempat Bersejarah di Teluk Jakarta
Subscribe to:
Posts (Atom)