Friday, December 25, 2015

Happy

Judge nothing, you will be happy.
Forgive everything, you will be happier.
Love everything, you will be happiest.

Tuesday, December 01, 2015

2015 Resolution

Hari pertama di bulan terakhir dalam tahun 2015.

Pagi-pagi dalam perjalanan menuju kantor, saat mengecek obrolan di wa group, ada teman yang melontarkan pertanyaan "apa resolusi untuk 2016?". Sebuah pertanyaan terbuka yang dia lontarkan untuk semua anggota grup tersebut. Saya, yang saat itu bermotoran, terlambat menjawab dan hanya menyimak pembicaraan yang sudah berkembang menjadi absurd setelahnya.

2015 akan segera berakhir dalam satu bulan ke depan. Daripada memikirkan apa resolusi 2016, saya lebih ingin me-review resolusi 2015 yang saya buat sebelumnya. Setidaknya masih ada waktu satu bulan ke depan untuk memperbaikinya. Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan menghendakinya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan terhadap suatu hal.

Dalam konteks resolusi tahun baru seperti yang biasa didengungkan di awal tahun, resolusi adalah tujuan atau hal yang ingin dicapai di tahun baru tersebut. Ataupun bisa merupakan rencana perubahan yang akan dilaksanakan dalam waktu satu tahun itu.

Resolusi tahun 2015 saya adalah:
1. Menikah
2. Sukses diet
3. Menambah penghasilan
4. Umroh
5. Mengunjungi negara bersalju
6. Melanjutkan sekolah, atau short course ke LN

Resolusi 2015 ini sebenarnya adalah resolusi 2014 yang sudah direvisi sebelumnya. Ada beberapa rencana yang sudah terlaksana dan membutuhkan pengembangan rencana. Ada pula yang memang harus diganti karena tidak memungkinkan dilaksanakan di tahun berikutnya. Resolusi 2014 yang direvisi ini sebenarnya ada beberapa yang sudah direncanakan pula di 2012 dan 2013. Jadi kesimpulannya adalah, daripada sibuk memikirkan apa resolusi yang akan dilakukan di 2016, saya memilih untuk memperbaiki diri dan merencanakan strategi-strategi baik yang harus dilaksanakan agar resolusi 2015 ini bisa saya laksanakan.

Thursday, November 26, 2015

Life is a mystery

Life is a mystery.
I see happy and sad at the same time.
People come and go into your life, stay for a while and leave footprints to other.
At its best, life is completety unpredictable.

Wednesday, October 28, 2015

Dedicated to girls




1.     Not every girl wants to get married by 23. So before you ASSUME she's of marriageable age, ask her what her views on marriage are. One hint, might save you the drama- just because she does not want to get married now does not mean she never will. She has other plans for herself right now, let her live a little.
2.    Just because a girl wishes to do her PhD after Masters does not mean she doesn't want to settle down in life. Give her a break, and respect the fact that she has the confidence to take that up, cos yeah, PhD is no joke. There will come a point when she would happily devote herself to her family, and balance it out with her work life. Her degrees, or lack of them, won't make any difference. Let her study while she wants to, okay?
3.    Just because she is 27 and unmarried does not mean she's been rejected by many men. Maybe, being single is a choice she has made.
4.     Having a boyfriend does not make her characterless.
5.     Just because she has recently gone through a break up doesn't mean she is vulnerable and available.
6.   Just because most of her friends are boys, does not mean she is "having a good time" with all of them.
7.     Just because she has a drink in her hand does not mean she is an alcoholic.
8.     Just because she wore a short skirt to one party does not mean she dresses up that way every day.
9.     Just because she is ambitious doesn't mean she isn't a family person.
10.  Just because she doesn't discuss her plans doesn't mean she's clueless about life. Give her a chance, alright?
11.  Just because she is outspoken doesn't mean she is a rebel.
12. Just because she comes home late from work does not mean she is sleeping around with her colleagues.
13.  After a hectic week, give her some time to relax over the weekend. Don't make that one weekend party make her look like a she's a frivolous party-girl without a job.
14. Just because she is out shopping alone does not mean she is depressed or lonely. It's how she relaxes, respect that.
15.  Just because she is on a holiday alone does not mean she doesn't have company. Maybe it's a break to get back her lost confidence, or maybe that's how she is. Admire her spirit instead of giving her advice, okay?
16.  Just because she is a woman doesn't mean she can't kick ass in military school.
17. Just because she has a tattoo doesn't mean she is attention seeking. Maybe that's her way of expression.
18. Just because she doesn't know how to cook doesn't mean she won't make a good wife. Remember when you were just married and cooked chicken curry which was um, a disaster?
19. Just because she likes everything pink and shiny and fluffy doesn't mean she lives in her own world. She can handle some situations much better than her male counterparts.
20. Just because she is pretty does not mean she is a whore. And just because she is friendly does not mean she is flirting with you.
     Yes, we cry, we are emotional; we take things personally, and sometimes over-react to situations. But this does not give any one the right to judge us in the wrong way. Times are changing; don't confine her within those boundaries, no matter how orthodox you are. There are some who might be fighting this losing battle, yet compromising on their decisions and plans, just to please society. Respect!



By Kanitha Kan
Credit to Womansera

Tuesday, October 20, 2015

Travelmate

Setiap perjalanan itu punya cerita dan kisahnya masing-masing. Ga selalu manis, kadang nano-nano. Dan travelmate akan melengkapi rasa nano-nano itu.

Yes, right, travelmate menurut versi saya adalah temen jalan yang bisa diajak gila dalam menghadapi sebuah perjalanan. Termasuk mengganti plan A to Z sambil tertawa terbahak karena melewatkan B, C, D dan huruf lainnya.

Wednesday, September 30, 2015

Gelap

Pernah ga membayangkan hidup dalam kegelapan?
Tentunya saya amat sangat tidak berharap! Karenanya bila pertanyaan itu diajukan kepada saya, saya tidak akan berani membayangkannya.

Dua minggu lalu saya dan beberapa orang teman berkunjung ke hutan kota Ir. H. Juanda di Bandung. Kami pun mengunjungi gua Jepang yg ada disana.
Di dalam gua sepanjang kurang lebih 300 meter itu, sama sekali tidak ada cahaya. Karenanya, kami menyewa tiga buah senter sebagai penerangannya.
Menurut sang guide yang mengawal perjalanan kami, gua tersebut pada masanya dipakai sebagai tempat penyimpanan amunisi perang. Termasuk hidup dan berkehidupan para tentara.
Nah, balik lagi ke pertanyaan di atas.
Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam gua tersebut?


Throw back to the time when I visit Vietnam. Disana ada Chuchi tunnel. Saat ini, untuk keperluan pariwisata, Chuchi tunnel tersebut diperbesar ukurannya agar bisa dimasukin turis asing yang berbadan jauh lebih besar dari bangsa Vietnam. Juga dipermudah dengan fasilitas tangga yang lebih baik dibanding pada masa awal dibuatnya. Padahal pada masanya, masa perang Vietnam, tunnel tersebut berfungsi sebagai bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakatnya. Mereka hidup dan berkehidupan di dalamnya. Makan, tidur, dan melakukan aktivitas hidup lainnya. Tentu saja jangan harapkan ada penerangan memadai disana pada masa itu.

Lalu kita balik lagi pada pertanyaan di atas. Kebayang ga sih hidup pada masa itu di dalam tunnel tersebut?
Bila pertanyaan tersebut dilontarkan hari ini pada sebagian dari masyarakat kita, jawabannya tentu saja mereka tidak berani membayangkannya. Saya bertaruh untuk hasil polling ini.

Kembali pada kedua bangunan tersebut. Tidak ada yang mustahil terjadi di dunia ini. Apalagi bila dilatarbelakangi keterpaksaan yang teramat sangat a.k.a kepepet. Semua pada akhirnya menjadi bisa dan mungkin.
Jika mencermati hal tersebut, ada satu benang merah yang dapat ditarik untuk kehidupan yang lebih baik. Pastinya kita harus menemukan sisi kepepet untuk lebih mengeksplore kemampuan diri dan membuat hidup yang lebih baik dari hari ini. Tidak harus sebegitu menderitanya, karena kepepet bisa karena berbagai macam alasan. Karena alasan remeh dan keciiilll sekalipun :)
"The best tomorrow started from today."

Tuesday, September 22, 2015

PASSPORT



PASSPORT by Rhenald Kasali
Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global.". Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.
Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?"
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.
Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.
Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.
Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.
Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.
Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Friday, September 11, 2015

Ramai dalam kesunyian

Waktu sudah menunjukkan 22.20 WIB. Sudah lebih 20 menit dari waktu janjian awal, dan teman seperjalanan malam ini belum ada satupun yg menampakkan batang hidungnya di depan mataku.
Arrgghhh.. Udah janjian jam 10 malam aja, masih telat. Apalagi kalau kemarin beneran janjian jam 8? Bisa jamuran nungguin mereka. Gerutuku dalam hati.

Aku tidaklah sepenuhnya semerana itu. Pada saat yg sama, sambil menunggu mereka, akupun chit chat dengan teman-temanku yang lain. Teman-teman yang berada jauh dari tempatku berada, bahkan teman yang berada jauh di belahan bumi lainnya.
Thanks to internet tentunya :)
Dan terimakasih mesra juga terucap untuk jejaring sosial media.
Untuk kali ini, aku seperti terselamatkan dengan adanya semua sosial media itu. Terselamatkan dg adanya internet yg menyatukan kami.

Dilain waktu, saat pertemuan dengan teman lama yg sesungguhnya sudah lama direncanakan dan sering gagal krn kesibukan kita masing-masing, menjadi hambar karena masing-masing individunya sibuk dg gadgetnya masing-masing. Sibuk bersosialisasi di dunia maya dan lupa menyapa orang lain yang ada di sekitarnya.
Ironi yang lazim kita lihat akhir-akhir ini.

Monday, September 07, 2015

Being Grateful

Jk kmu terbangun pagi ini dg perasaan mengeluh krn ketidakberuntungan yg sdg kmu alami, diam sejenaklah. Lalu, syukurilah apa saja yg kmu punya.
Bukankah masih hidup dan sehat jg merupakan keberuntungan yg harus sll disyukuri?
.
.
Terkadang, kita harus melihat ke bawah. Bukankah terus melihat ke atas akan membuat leher sakit?
Selain itu, kemungkinan tersandung, keseleo dan nubruk sesuatu jg harus diperhitungkan.
‪#‎umpama‬
‪#‎selamatmenikmatihariini‬

.
.


Saturday, June 27, 2015

Triana

Sejak beberapa waktu yang lalu, tepatnya sejak saya mulai menyukai traveling, saya punya satu rencana;
"Bila nanti punya anak, saya akan menamakan anak2 saya tersebut dengan nama2 tempat yang ada di berbagai penjuru dunia. Biar kelak ketika dewasa mereka akan menuju kesana. Minimal sekali seumur hidupnya."

Sebenarnya rencana itu simple aja. Hanya ingin anak keturunan saya kelak bisa mengenal dunia. Bepergian ke berbagai tempat agar bisa 'belajar' dari perjalanannya tersebut.

25 Juni 2015 mendekati tengah malam, saya baru mengetahui kalau Triana adalah nama tempat. Hal itu saya ketahui dari sharing post seorang teman di FB yang menceritakan kehidupan temannya yg sedang berada di Spanyol.

Triana, berlokasi di Seville, Spanish.
http://goo.gl/maps/FJfMy

Orangtua saya tentunya tidak merencanakan perjalanan saya ini. Tidak seperti saya yang memang merencanaka kemana anak saya akan pergi. Tapi kelak, kesana saya akan melangkah.
Noted! Triana on my list!

Wednesday, June 03, 2015

Pembawa Berkah

Liburan kali ini begitu singkat. Hanya sehari. Itupun ditengah kegiatan UKK nya adik bungsu. Alhasil, rencananya adalah wisata kota. Harus dipersempit lagi menjadi wisata kota Bekasi karena mobil yang dipergunakan not in a good condition (oke siip, ke bengkelnya dijadwal ulang sampai kondisi dompet kembali membaik).
Sepagian browsing di internet dan menemukan sebuah link yang berisikan 10 tempat yang wajib dikunjungi di Bekasi. Sebagian besar sudah pernah dikunjungi. Beberapa tempat, walau ingin kembali didatangi, namun tidak memungkinkan jika mengingat kondisi bapak yang sudah susah jalannya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi klenteng Hok Lay Kiong bersama keluarga.
Hok Lay Kiong atau Pembawa Berkah (dalam bahasa Indonesia) adalah klenteng tertua yang ada di wilayah Bekasi. Diperkirakan klenteng ini dibangun pada abad ke 18. Bangunannya sendiri sudah pernah beberapa kali direnovasi. Hanya renovasi minor tanpa mengubah bentuk bangunan. Bahkan gerbang utama masih merupakan bangunan aslinya sejak dibuat.
Kini, klenteng yang masih dijadikan tempat peribadatan bagi penganut ajaran Thao, sering juga didatangi turis untuk wisata sejarah dan budaya. Yups, klenteng ini memang terbuka untuk umum. Termasuk turis yang singgah hanya sekedar untuk foto-foto modelan kami ini. Foto-fotonya tentunya dengan memperhatikan tata cara dan kesopanan, yaa.. Karena biar bagaimanapun, bangunan ini merupakan tempat ibadah yang harus kita hormati.
Klenteng Hok Lay Kiong ini berada di daerah Margahayu, Bekasi Timur. Letaknya berada di daerah perumahan penduduk yang tidak terlalu jauh dari jalan raya. Namun menemukan klenteng ini tidak semudah terlihat di dalam peta. Banyak jalan satu arah yang membuat para pengendara susah berbalik arah. Hambatan lain adalah gang masuk yang tersamarkan dari arah jalan raya. Hal ini membuat orang yang tidak terbiasa melalui jalan tersebut akan bingung. Satu lagi kendalanya adalah, bahkan tidak banyak warga daerah sekitar yang tahu dengan persis letak klenteng ini.
Mengunjungi klenteng Hok Lay Kiong adalah pilihan yang tepat mengisi liburan singkat dengan banyak syarat seperti yang tertulis di atas. Jikalau ada waktu dan kesempatan lain, tentu saya akan dengan senang hati kembali kesana.


Friday, May 29, 2015

Anak-anak Jaman


          Satu demi satu langkah kaki terayun menelusuri sudut kota, telinga ini tak henti-hentinya terngiang dengan suara bising kendaraan yang melintasi tiada hentinya di jalur menuju pusat kota, indah memang kota itu jika kita melihatnya dengan hati. Mata hati saja tanpa mengikutkan mata secara lahiriah, karena bila mata yang melihat maka di depan ada mereka yang sedang berjuang melawan kerasnya dunia untuk memenuhi hidup mereka. Pejalan kaki yang menapaki trotoar jalanan di kota itu, tukang becak yang mengayuh pedal becaknya demi mencari lembaran uang, tukang ojek mengantri menahan teriknya sang surya demi hidupnya, pedagang asongan yang menjajakan dagangannya demi memenuhi membiayai sekolah anaknya bahkan mata juga akan disuguhi dengan begitu banyak insan paruh bayah dan  juga anak-anak kecil yang duduk bersila atau berjalan tanpa tujuan sambil mengangkat tangannya yang terbuka mengharapkan pemberiaan orang. Ya, mereka adalah pengemis jalanan.Hobby yang rajin kujalani untuk mengusir kegalauan hati membuatku hapal jalanan kota ini. Banyak  kisah terukir disana. Aku hanyalah sebagian kecil dari rangkaian kisah panjang sejarah kota ini. Asyik melintas di sebuah gang dekat persimpangan jalan kota itu, tiba tiba aku mendengar suara tangis penuh haru dari satu sudut ruko, karena penasaran aku mencoba mendekati suara itu, semakin dekat dan dekat lagi, tiba-tiba aku melihat sosok mungil yang sedang duduk bersila sambil memegang perutnya dengan erat. Pertanyaan demi pertanyaan terus terlontas dari benakku. Siapakah dia? Kenapa dia disini? Kemana orang tuanya? Sedih rasanya hati ini melihat wajah ayu yang begitu polos itu begitu. Dia kelaparan dan tanpa perlindungan.

          Negeri ini begitu kaya. Begitu banyak kekayaan yang melimpah ruah di tanah leluhur kami ini. Tetapi pemandangan miris seperti di atas itu masih saja terjadi sampai saat ini. Masih banyak saudara-saudara kita yang kelaparan. Di kota ini, di belahan bumi Indonesia ini. Masih banyak rakyat Indonesia yang bertatih-tatih menelusuri hidup mereka dengan berbagai fenomena yang terselimuti oleh kemiskinan, begitu banyak rakyat yang tak mampu berkata-kata karena tak berdaya menahan prahara politik dan kepentingan para elit-elit bangsa yang hidup penuh kemewahan, penuh kesenangan, berlimpangan harta dan kekayaan. Mereka memperkaya diri mereka dengan mengatas namakan rakyat, menggunakan kepercayaan rakyat untuk memuaskan hidup mereka, berbicara atas nama rakyat, namun mereka tidak pernah sadar bahwa apa yang mereka lakukan, bicarakan, lihat dan saksikan itu sangat dan amat menyiksa rakyat.
          Yang turut menderita dari ini semua tidak terkecuali adalah anak-anak. Anak-anak yang sebenarnya tidak tahu apa-apa dan hanya mengharapkan hidup yang menyenangkan menurut mereka. Itu tidak salah. Itu hak mereka sebagai anak-anak yang menikmati masa kecilnya. Hak anak diatur dalam peraturan negara kita dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Salah satunya yang harus kita penuhi adalah hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan berkembangan yang semuanya dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak.
          Namun yang terjadi pada anak-anak jaman adalah anak-anak yang harus menghadapi kekejaman jamannya. Anak-anak yang tidak bisa merasakan hak nya sebagai anak pada umumnya. Bahkan hal yang sudah diatur dalam peraturan saja tidak dapat tidak dia rasakan. Negara seolah menutup mata akan hal ini. Seakan ada pembiaran begitu saja oleh negara terhadap permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak jaman ini. Mereka ada yang dijadikan pekerja, ada yang terlantar dan tidak memiliki akses terhadap pendidikan dan kehidupan yang layak.

          Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Tuesday, May 19, 2015

Do you love me?

Seharusnya, seorang pecinta akan tau semua detil hal yg dicintainya.
Seharusnya, seorang pecinta melakukan hal itu dg segenap jiwa raganya.
Bukan sbg beban. Dan tanpa paksaan.

Namun bila sang pecinta, ternyata tdk tau apa yg menjadi kesukaan, hal yg tidak disukai, bahkan data diri yg seharusnya dia hapal di luar kepala, apakah dia pantas disebut sang pecinta?

Tak kenal maka tak sayang.
Jika kau menyayangi sesuatu, maka sudah seharusnyalah mengenalnya.
Luar dalam. Dengan hati dan pikiran. Jiwa dan raga.

Do you love me?

Hanya kalimat itulah yg akhirnya terucap jika pecinta melupakan hari lahir orang yg dicintainya. Tidak tau makanan kegemarannya. Dan memaki dg keras atas kesalahan yg sebenarnya justru milik dirinya.

Cinta tidak seperti itu kawan.

Monday, May 18, 2015

Pangrango Berlari

Waktu telah menunjukkan pukul 18.25 WIB dan comuter yg kunaiki baru memasuki 
stasiun Bogor. Belum berhenti, apalagi membuka pintunya dan mempersilahkan para penumpangnya turun.

5 menit lagi jadwal KA Pangrango yg akan kunaiki datang. Jantungku sudah berdebar keras dari satu jam lalu. Saat menunggu comuter ini di stasiun Manggarai.

Sakit kepalaku karena memburu waktu. Sekarang posisiku sudah di depan pintu comuter. Siap menghambur keluar begitu comuter berhenti. Tapi membayangkan kurang dari 5 menit harus transit dari stasiun Bogor ke stasiun Paledang, membuat lututku gemetaran.

Pintu comuter terbuka. Aku menghambur keluar. Berlari menuju pintu keluar stasiun. Berhenti sebentar untuk bertanya pada security, mana jalan tercepat ke stasiun Paledang. Pilihannya adalah, memutar dan menambah lebih dari 200m perjalanan, atau memangkas 200m perjalanan tsb namun menaikin JPO. JPO tsb sudah pasti tinggi. Pastinya butuh usaha lebih dan juga waktu untuk menaikinya dan menuruninya. Kali ini aku pilih pilihan kedua. 

Naik JPO ini menguras tenagaku. Ketika turun dan harus berlari di jalan datar, kakiku sepertinya sudah tidak mampu. Gemetar. Tapi untuk menyerah di beberapa meter terakhir rasanya bukan pilihan bijak.
Tepat di belokan terakhir sebelum masuk stasiun Paledang, KA Pangrango yg akan kunaiki datang dari arah berlawanan. Dengan sisa tenaga yg ada, aku terus berlari.

Hmfff.. Detik-detik terakhir boarding passes!

Akhirnya, perjuangan beberapa jam terakhir selesai. Pencapaiannya adalah, aku berhasil duduk manis di dalam KA Pangrango dengan bercucur keringat di sekujur tubuh. Jantung berdetak lebih cepat dari biasa. Kaki gemetar tak menentu. Dan tentu saja kesenangan hati yg tak kepalang krn akan camping di Curug Sawer, Sukabumi dengan adik dan kakakku.
It's family time, baby.... :*

Friday, May 08, 2015

Cerita Hari Ini

Pagi ini kubuka mataku dengan setengah malas. Pundak bagian belakang terasa keras dan susah digerakkan.
Alarm tubuh yang menandakan ia butuh istirahat lebih. Iya, kusadari beberapa minggu belakangan ini jadwalku padat, bahkan jadwal padat merayap itu merambah juga waktu weekend-ku.

Kupaksakan tubuh untuk bangun. Setengah menyeret kaki ke kamar mandi untuk bebersih. Hari ini harus kulalui. Itu pasti!

Tak ada sarapan menanti di meja. Entahlah, mungkin pagi ini semua orang berburu dengan waktu. Alasan standar yang terlontar bila tidak sempat membuat sarapan. Sudahlah, seduh saja susu untuk sekedar pengganjal perut. Toh, aku tetap harus bergerak. Dengan atau tanpa sarapan di pagi hari.

Sudah saatnya berangkat kerja. Melalui jalanan yang macet di beberapa titik. Kemacetan memang seringkali tidak bisa ditolerir. Termasuk pagi ini. Ditambah pula dengan panas yang menyengat tangan yang tidak memakai sarung tangan. Akibat semalam pulang kehujanan dan sarung tangan basah tak terselamatkan.

Kurasakan lengkap hariku ini dengan tumpukan kerjaan yang menggunung. Seakan tiada habis kerjaan itu menghampiri dan menghampiri lagi. Belum lagi proses pulang kerja yang tidak kalah melelahkannya dibanding keberangkatan pagi ini ke kantor.






Ya Allah, jauhkanlah aku dari sifat-sifat orang yang tidak tau bagaimana bersyukur kepadaMu. Aku sadari, hidup yang selama ini sering aku resahkan, bisa jadi adalah kehidupan yang diharapkan oleh orang lain. HambaMu yang berada di belahan bumi lainnya.

Ya Allah, jadikanlah aku hambaMu yang mampu mensyukuri setiap nikmatMu. Sesungguhnya setiap harinya kurasakan nikmat yang tiada tara nya dalam kehidupanku. Kau hidupkan aku setiap paginya dengan kesempurnaan tubuh dan kesehatan yang hanya mampu diciptakan olehMu. Menitipkan aku pada malaikatMu yang kupanggil dengan sebutan keluarga. Menghadiahi aku dengan sahabat baik yang selalu mendukungku. Penghormatan baik di masyarakat dan pekerjaan yang baik pula. Sesungguhnya tiada lagi daya dan upayaku dalam mengingkari semua nikmat yang Kau berikan.

Ya Allah, sesungguhnya cerita hari ini bukanlah tentang keluh kesahku akan kehidupanku. Tapi tentang bagaimana aku mampu mensyukuri apapun yang aku dapatkan, dan berjuang untuk melakukan yang terbaik dalam mensyukuri semua nikmatMu.

Thanks Allah, thanks for everything I have.








Monday, April 06, 2015

Sebuah Kisah Perjalanan

Bulan lalu, Saya melakukan perjalanan dengan seorang sahabat.
Tema perjalanan nya adalah menelusuri kejayaan Melayu jaman dahulu.
Tujuannya sudah barang tentu adalah Malaka, Melaka, atau Malacca.
3 nama itulah yang biasa dipakai. Dan dalam tulisan ini, Saya akan memakai kata Malaka. Karena lebih terbiasa menggunakan kata tersebut ;)

Perjalanan di mulai pada pagi hari di awal sebuah weekend.
Yups, harus pagi hari karena rumah kami terletak jauh dari bandara. Butuh minimal 2 jam perjalanan untuk sampai ke bandara Soekarno Hatta di Cengkareng.
Perjalanan berlanjut dengan penerbangan selama kurang lebih 2 jam ke Kuala Lumpur.
Dari Kuala Lumpur, perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan bus.
Sampai di Malaka, perjalanan belum selesai. Kami masih harus melanjutkan perjalanan dengan bis kota yang mengantarkan kami ke hotel.

Hotel kami terletak tidak jauh dari pusat wisata.
Perjalanannya sendiri pun sebenarnya tidak lama.
Namun karena saat itu adalah malam minggu, dimana daerah tersebut jadi begitu amat sangat ramai, maka kemacetan tidak dapat terelakkan lagi. Jadilah kami harus berlama-lama menunggu bis tersebut di terminal. Termasuk berlama-lama menghadapi macetnya jalan malam itu. hufftt...

Kami tidak tau lokasi pasti hotel yang dimaksud walau dalam lampiran bukti pemesanan hotel, dilampirkan denah lokasi.
Adalah seorang kakek tua yang sejak dalam bis memberitahu bahwa dia tau lokasi hotel tersebut.
Singkat cerita, sang kakek yang mengaku bernama Datuk Idrus mengajak kami turun di satu titik yang sebenarnya jauh dari lokasi hotel kami berada.
Beberapa kali beliau pun bertanya kepada pemilik hotel dan pemilik toko perihal hotel yang dimaksud.
Arghhh.. sebenarnya nih kakek tau ga sih??
Saya menggerutu dalam hati.
Namun melihat keceriaan Datuk Idrus dalam mengantar kami dan ceritanya tentang lokasi wisata dan kejayaan Melayu pada jaman dahulu kala, akhirnya saya berdamai dengan kaki yang mulai letih berjalan mencari lokasi hotel.
Anggap saja, kami sedang melakukan walking tour gratis.

Walaupun perempuan, saya bukan termasuk dari golongan mereka yang tidak bisa membaca peta dan arah.
Hahaha... pisss ya sist ^_^v
Ketika pada akhirnya kami melalui jalan yang ada di dalam peta lokasi hotel yang terdapat di dalam lampiran booking hotel, kali ini Saya lah yang menjadi pemimpin rombongan.
Yeayyy dan akhirnya kami menemukan lokasi hotel yang dimaksud.
Sekilas info, lokasi hotel berhadapan dengan pantai yang cantik. Hotelnya bertarif murah dengan kamar yang lega dan fasilitas yang baik. Staf hotelnya pun sangat ramah dan membantu.

Kembali ke Datuk Idris.
Terlepas dari telah membuat kami berkeliling dengan ransel yang lumayan berat pada malam hari di saat kami telah lelah dalam seharian perjalanan, dia adalah orang baik.
Beliau mau dengan sukarela membantu kami menemukan lokasi yang kami cari.
Alasannya adalah "Saya suka membantu orang, karena Saya berharap orang lain akan membantu Saya ketika Saya membutuhkannya. Saya percaya teori tebar tuai."
That's the point!!

Berbuat baiklah.
Percayalah teori tebar tuai tersebut.
Saya sendiri percaya!
Dan Alhamdulillah, Saya selalu menemukan orang2 baik dalam perjalanan yang Saya lakukan.  



Friday, February 13, 2015

There is Allah for Backup Plan

Baca status seorang teman awal minggu ini di sebuah jejaring sosmed:

Liat agenda Rencana hari senin tanggal 9/2/15 ABCDE
Rencana semalam buat hari ini BCDF
Bangun Tidur liat jendela, ternyata Rencana Tuhan XYZ
Ya udah jalanin aja apa yang sudah digariskan hari ini..... 
Terlepas semua diatas pasti gw menemukan HIJK atau MNOP 
atau mungkin sesuatu yang baik lainnya
Well happy monday people... Keep smiling..

Hey, well,, ini sepenuhnya benar!
Sebaik-baik sang perencana adalah Allah
Kita bisa aja buat rencana dengan baiknya berikut dengan kemungkinan2nya
Bahkan kita bisa saja berencana untuk memperkecil resiko rencana kita tidak terlaksana
Namun, balik dari semua itu, Allah lah sang perencana terbaik
Berjuang, berusaha, ikhtiar, berdoa; yakin usaha sampai!
Sampai titik itu semua, kita pun harus dapat bersyukur dan ikhlas

Friday, January 16, 2015

Being Thankful

it's a great years
it's a great life
and I'm very thankful for Allah almighty 
"maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan - Ar Rahman:13"


tidak ada satu daya dan upaya yang mampu kulakukan untuk mendustakan semua nikmat 
yang telah diberikan oleh Nya, 
nikmat kesehatan, kehidupan yang luar biasa, keluarga yang menyayangiku dan teman-teman yang baik 
yang membuat kehidupanku menjadi berwarna

semua keluhan yang keluar dari mulutku atau terbesit dalam hatiku tidak menjadikan aku manusia 
yang tidak mensyukuri semua nikmat itu
aku, hanya harus lebih belajar bersyukur
aku, harus bisa lebih menghargai kehidupanku
aku, harus lebih bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya
dan pada akhirnya, aku harus mampu lebih bersyukur atas semua hal yang terjadi padaku
karena aku sungguh tau kalau Tuhanku pasti akan memberikan semua yang aku butuhkan, bahkan di saat aku belum memintanya

terimakasih Allah atas semua nikmat yang telah Kau berikan kepadaku
terimakasih masih memberikan kehidupan yang luar biasa padaku hingga saat ini

SELAMAT ULANG TAHUN LALA