Thursday, March 30, 2017

Ngamen Ondel-ondel

~ foto diambil dari internet ~


Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Dewasa ini ondel-ondel juga digunakan untuk menyemarakkan pesta-pesta atau penyambutan tamu terhormat. Ondel-ondel ini memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucu atau penduduk desa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan.*

Ondel-ondel adalah merupakan boneka besar dengan tinggi sekitar 2,5 meter, dengan garis tengah lebih kurang 80 centi meter, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan agar mudak dipikul dari dalam oleh orang yang menjalankannya. Bagian wajah berupa topeng dengan warna merah atau putih, serta rambut yang terbuat dari ijuk. Pertunjukan ini biasanya dibarengi dengan pertunjukan musik sebagai pengiringnya.

Sedianya, ondel-ondel memang dimainkan pada acara perayaan atau di dalam pesta rakyat. Namun pada kenyataannya, beberapa waktu belakangan ini, saya selalu saja menemukan rombongan ondel-ondel keliling dalam perjalanan pulang dari kantor saya di bilangan Condet, Jakarta Timur. Ya, sepertinya sekarang musimnya ondel-ondel itu berkeliling, ngamen untuk menyambung hidup dari para seniman ondel-ondel.

Dilemma memang, di satu sisi kita harus terus melestarikan budaya dan meningkatkan kualitasnya, namun di sisi lain, perkembangan masyarakat itu sendiri makin mengikis budaya asli masyarakatnya. Dalam cerita ondel-ondel ini, orang-orang yang akan melakukan hajatan, entah menikahkan anaknya atau juga acara besar lainnya, mereka lebih memilih memanggil orkes dangdut ataupun organ tunggal daripada ondel-ondel. Ada sebagian orang  yang melihatnya dari segi biaya, mendatangkan orkes dangdut atau organ tunggal tentu saja lebih murah daripada mendatangkan ondel-ondel lengkap dengan rombongan musik pengiringnya. Ada juga yang memilih karena alasan lebih populer dan disukai oleh warga sekitar tempat hajatan tersebut akan dilangsungkan.

Jika hanya satu atau dua orang saja yang berpikiran seperti ini, mungkin ondel-ondel masih akan terus eksis sampai saat ini. Namun kenyataannya, hampir semua orang justru tidak memilih ondel-ondel dengan berbagai macam alasan. Ada karena alasan ekonomis atau popularitas seperti yang saya kemukakan di atas, ada juga karena ikut-ikutan dengan orang lain. Biar lebih kekinian, maka mereka memilih untuk nanggap orkes dangdut atau organ tunggal daripada ondel-ondel.

Hasilnya, saat ini akhirnya lebih banyak ondel-ondel yang diajak ngamen keliling oleh seniman ondel-ondel. Sebagai manusia yang memiliki kebutuhan manusiawi sama seperti yang lainnya, hal yang dilakukan oleh para seniman ondel-ondel ini masuk akal. Mereka harus mempertahankan hidupnya, di satu sisi mereka juga mempertahankan keberlanjutan ondel-ondel sebagai sebuah kebudayaan.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah hal ini dapat berlangsung terus menerus seperti itu atau malah hal ini menimbulkan fenomena sosial baru yang meresahkan?
Bayangkan saja, boneka besar berjoget di sepanjang jalan. Menghambat laju lalu lintas di jalan yang dilaluinya pastinya. Namun untuk melarangnya, selama belum ada solusi terbaik, rasanya malah justru mematikan budaya ondel-ondel itu sendiri. Selain tentu saja berbuat zholim karena melarang orang lain mencari nafkah secara halal.


source: *https://id.wikipedia.org/wiki/Ondel-ondel

Monday, March 27, 2017

Trinity The Nekad Traveler, Film tentang Seni Melakukan Perjalanan

Dari mulai film Trinity The Nekad Traveler ini dipromosikan, saya dan teman-teman sudah berencana untuk menontonnya bersama. Namun karena waktu yang tidak pernah sinkron, baru weekend inilah kami dapat menontonnya.

Bagi saya pribadi, Trinity adalah salah satu orang yang menjadi inspirasi saya dalam melakukan perjalanan.
Sebagai "mbak-mbak kantoran", apa yang dirasakan oleh Trinity dulu, juga saya rasakan. Waktu cuti yang terbatas, deadline kerjaan, dan uang sebagai modal untuk melakukan perjalanan. Namun disinilah seninya menjadi seorang traveler. Traveler itu, harus bisa menyiasati semua halangan yang ada demi terlaksananya perjalanan. Jadi, unsur petualangan sangat kental disini.


Film ini disutradarai oleh Rizal Mantovani, dan Maudy Ayunda sebagai tokoh utamanya. Selain Maudy Ayunda sebagai Trinity, ada deretan artis terkenal sebagi pendukung film ini, antara lain adalah; Hamish Daud, Rachel Amanda, Anggika Bolsterli, Babe Cabita, Ayu Dewi, Cut Mini, Farhan, dan lain-lainnya.
Oiya, di film ini, kita juga akan melihat aslinya Trinity, lohh...

Menurut saya, film ini menggambarkan dengan baik seninya menjadi seorang traveler. Bagaimana mengatur waktu perjalanan dan menyiasatinya dengan cuti yang terbatas. Bagaimana membuat budget perjalanan sehemat mungkin sehingga perjalanan yang direncanakan bisa terlaksana dengan aman, nyaman dan mengesankan. Ada tips-tips praktis dalam melakukan travelling yang juga disisipkan di dalam film ini.
Satu yang saya selalu jalankan adalah; mengambil kartu nama hotel tempat kita menginap.

Film ini juga tidak monoton di segi cerita yang disampaikannya, ada unsur percintaan dan cerita sahabat yang divisualkan dengan baik. Sepanjang film, kita akan disodori oleh pemandangan di beberapa destinasi wisata yang memanjakan mata penontonnya.
Untuk saya, hal ini membuat saya ingin pergi juga ke tempat yang belum saya kunjungi yang ada di film ini.
Hehe, mari kita masukkan ke dalam bucket list must visited *;;) batting eyelashes

Secara keseluruhan, film ini akan saya beri point 8 dari 10. Saya suka semua hal yang ada di film ini.
Yang menyebabkan film ini menjadi tidak mendapat nilai sempurna 10 adalah karena penilaian subjektif saya sebagai penonton yang sudah menikmati karya Trinity dalam versi buku terlebih dahulu. Itu saja. Sehingga, saya mengharapkan, Trinity divisualkan dengan sosok yang lebih gagah dan mandiri. But overall, saya suka film ini dan menantikan buku lain Trinity untuk di film kan kembali.



Sunday, March 12, 2017

Goes to China

Yes, I did it!

Finally, awal Januari ini sukses liat salju!

Sebelumnya, awal tahun 2016, saya dan Fatima, teman saya, back to Seoul dan sekitarnya. Niatnya winter-an liat salju. Tapi ternyata ga ada salju disana. Selama 5 hari kita di Korea, liat salju (atau es, lebih tepatnya) yaaa pas di tempat ski. Dan berhubung ski itu mahal, jadilah kita cuma fotoan aja disitu. 😂😂😂

Maka kembalilah saya merencanakan winter trip berikutnya. Sebagai pengganti si winter trip yang mendekati gagal itu. Winter trip kali ini rencananya lebih ke utara. Tujuannya biar ga nanggung. Jadi memang sengaja cari lokasi yang pasti ada salju.
Harbin. Yes, HARBIN!
Pasti ada salju disana. Karena setiap tahunnya, di Harbin ada festival musim dingin; jadi akan ada festival salju dan festival es. Maka jadilah tujuan kita winter-an kali ini ke China.

Kenapa China?
Ini lebih ke faktor ekonomis aja, sebenernya. Sebelumnya, saya memutuskan mencari lokasi yang lebih ke utara, yang terjangkau dengan tabungan yang ada. China bagi saya juga merupakan negara yang ingin sekali saya kunjungi. Sejak saya suka sejarah, sejak saya tau China adalah salah 1 negara yang mempengaruhi kebudayaan dunia, sejak saya tau rute jalan sutra, sejak saya membaca kisah pembangunan Great Wall, sejak saya suka kisah Legenda Ular Putih, sejak pengen banget ketemu Yoko, sejak liat film Mummy yang shootingnya di China, sejak dulu sih pastinya. Jadi ini semacam melaksanakan bucket list; must visit.

Xi’an, Harbin dan Beijing adalah 3 kota di China yang saya kunjungi dalam trip kali ini. Kenapa 3 kota ini?
Jadi, ke China tanpa ke Great Wall dan ke Terracotta Wariors Museum itu bagi saya laksana kita pergi ke Mesir tanpa liat Pyramid atau ke Paris tapi ga ke Eiffel Tower. Atau kayak sayur ga digaremin; enak tapi tetep aja ga lengkap. So, mumpung ke China, Xi’an dan Beijing ga mungkin saya skip.
Harbin? Ya namanya juga ini winter trip yaa, jadi ya ke festival musim dingin di Harbin dong pastinya.

Rute saya selama winter trip ini adalah:
Bekasi – Cengkareng – KL – Xi’an – Harbin – Beijing – KL – Cengkareng – Bekasi.

Dari Cengkareng ke Xi’an dan dari Beijing balik ke Cengkareng, saya naik Air Asia. Dapet tiket murah karena lagi promo. Tapi ga murah-murah banget sih, ada teman yang dapet lebih murah soalnya.
Dari Xi’an ke Harbin, saya naik China Southern Airlines. Maskapai fullboard. Ga dapet harga murah. Mungkin karena belinya juga udah mendekati hari H. Dan waktu yang saya pilih adalah musim liburan. Jadi harga yang saya keluarkan bahkan lebih mahal dari tiket PP Indonesia – China yang saya beli sebelumnya di Air Asia.


Xi’an

Ngapain aja di Xi’an? Kemana aja? Ada apa disana?
 
Xi’an yang saya tau adalah sebuah kota kuno. Kota yang sudah sejak lama ada, bahkan merupakan pusat pemerintahan China di jaman dulunya.

80% wisata di Xi’an adalah wisata sejarah. Ada Terracotta Wariors Museum disini, ada Bell Tower of Xi’an, Xi’an City Wall, Titik 0 KM Jalan Sutra dan lain-lain hal yang berhubungan dengan sejarah China, juga sejarah peradaban dunia. Bahkan wisata kuliner yang saya lakukan disini pun berhubungan dengan wisata sejarah. Tempat yang terkenal untuk wisata kuliner ada di daerah Muslim Street. Kawasan ini dekat dengan Great Mosque of Xi’an. Masjid raya yang sudah berusia ribuan tahun, dan masih digunakan untuk ibadah sehari-hari kaum muslim itu sendiri. Selain tentu saja dibuka untuk wisata sejarah bagi umat beragama lainnya.
Oiya, untuk muslimin yang masuk ke Great Mosque of Xi’an ini gratis. Tapi untuk umat beragama lain, tiket masuk adalah 15 Yuan.

Saya cuma 2 hari aja di Xi’an.

Hari I
1)    Xi’an City Wall, 2) Bell Tower, 3) Keliling pusat perbelanjaan (sesungguhnya kami ‘ga belanja, Cuma sekedar menghangatkan tubuh aja, kokk.. hahaha), 4) Muslim Quarter, 5) Great Mosque of Xi’an, 6) Muslim Street.
Rute ini saya jalani seharian, dari jam 10 AM keluar hostel, balik ke hostel jam stgh 10 malam.

Hari II
Terracotta Wariors Museum!
Iya, hari ini cuma 1 lokasi aja. Soalnya perjalanannya juah dan saya harus cari jejak untuk bisa kesini. Feel free to get lost deh pokoknya. Hahaha...
Episode ke Terracotta Wariors Museum itu jadi cerita panjang tersendiri tentunya!




Di hari saya ke Terracotta Wariors Museum, saya harus terbang ke Harbin di malam harinya. Saya sudah janjian dengan Fatima disana. Dia menyusul saya ke China di hari berikutnya dengan Malaysian Airlines dan langsung menuju Harbin.


Harbin

Saya ke Harbin naik China Shouthern Airlines. Ini penerbangan fullboard, jadi mahal. Saya sendiri ga rekomen maskapai ini. Bukan Cuma karena mahalnya aja sih, maskapai ini ga ada check in online-nya. Padahal antrian check in nya aduhaiii dehh.. Antriannya semrawut! Lama! Gak terkoordinasi dengan baik. Padahal saya masih harus masuk bagian pemeriksaan bandara Xi’an yang berlapis-lapis. Hikkss, pake acara lari-larian, jalan jauh dan masuk pesawat terengah-engah. Dapet tempat duduk paling belakang. Kursi di depan saya ga sopan karena mundurin bangkunya sampe mentok. Bikin saya ngerasa sumpek banget. Hal ini diperparah dengan seringnya saya kesikut ama orang-orang yang ga berhenti-hentinya ke toilet. Makkkk! Ampuunn!

Saya ga mau cerita lebih banyak tentang kekecewaan saya terhadap maskapai ini. Masih banyak daftar kekecewaan saya sebenernya, tapi biarlah ini menambah kisah saya dalam perjalanan kali ini. Namanya perjalanan kan emang gitu, there is always good and bad side in the same times.

Saya sampe di Harbin tanggal 3 dinihari. Cuma punya waktu yang seharian penuh, yah pas di tanggal 3 itu aja. Tanggal 4 siang udah harus ke Beijing.
Agak memaksakan ya?!
Saya rasa juga gitu. Apalagi dengan semua biaya yang harus saya keluarkan dalam perjalanan ke Harbin ini. Kok, saya kayak ngerasa “ga sebanding” aja.

Tapi ketika saya mikir lagi untuk berada berlama-lama di suhu minus tinggi, kok yahh jadi ketar ketir sendiri mikirinnya yaahh..
Alhasil? Yah itulahh..
Saya cuma sehari explore Harbin.
Untungnya di Harbin memang tidak terlalu banyak spot yang bisa diexplore. Semua yang jadi highlight disini adalah tentang salju, es, dan musim dingin. Dan itu ada di satu lokasi yang disebut Sun Island. Tapi jangan harap matahari bersinar cerah ceria di Pulau Matahari ini yah. Apalagi pas musim dingin.😆

Karena datengnya udah dinihari, kita baru keluar penginapan di jam 11 siang.
Udah lapar karena dari semalem gak makan. Jadi, kita cari makan dulu. Lucunya, kita malah makan makanan Korea. Hahaha 😋😁



Di Harbin:
  • Saya ke Sun Island dan mengunjungi 1) Snow Sculpture Festival, 2) North Pole, 3) Ice World Festival. 
  • Sophia Church; karena ini Gereja, jadi kita fotoan di depannya aja. Itu aja udah seneng banget. Berasa ke Rusia, gitu. Soalnya arsitekturnya Sophia memang mirip banget gereja-gereja di Rusia. Ga heran sih, Harbin itu kan daerah utara China yang memang berbatasan dengan Rusia.
Yang jelas selama di Harbin, kita tuh seneng banget karena bisa ngeliat salju yang banyak dan berserakan di taman-taman dan jalan-jalan. Bahkan foto-fotoan di taman aja, udah happy. Maklum ajalah yaa, kita kan anak daerah tropis yang dari lahir ga pernah ngeliat salju.

Disini banyak orang baik. Setidaknya, disini kita sering ditolong sama orang-orang baik yang dengan sukarela membantu. Ada polisi yang baik hati ngasih tau jalan walau bahasa Inggris nya gubrak banget. Hahaha
Ada pula Tao, mahasiswa yang mukanya boros. Sumpah, saya kirain seumuran ama kita. Hahaha
Tapi dia baik banget. Nganterin kita keliling nyariin Ice World Festival dan Gereja Shopia. Bantuin nolak-nolakin tukang dagang yang pada maksa di depan Ice World Festival. Sampe bayarin bis pass keluar dari Sun Island karena kita ini adalah turis yang kliwat gaya dan ga punya recehan 1 Yuan buat bayar bis. Ouch..
Sayangnya foto kita bertiga sama Tao ngeblur gitu. Andai aja bagus, saya bakalan pasang deh.



Ada beberapa hal sebenernya yang gagal untuk dilakuin di Harbin. Antara lain adalah foto-foto bertabur salju atau tiduran di salju. Hahaha.. Iya, saya norax!


Beijing

Sampe di Beijing udah malem. Yang dilakukan Cuma nyari hotel yang udah kita booking sebelumnya dan istirahat. Persiapan diri untuk perjalanan besoknya.

Selama di Beijing kita nginap di Spring Time Hostel. Lokasinya ga jauh dari stasiun metro. Sebelah pintu keluarnya persis. Dari segi lokasi, it is in a good location. Kita ga perlu jalan jauh-jauh untuk mencapai stasiun metro. Walau ini hostel, tapi kamar dan pelayanannya OK. Harganyapun murah. Saya rekomen hotel ini buat tempat menginap kalau ada orang yang tanya rekomendasi penginapan di Beijing.

Hari kedua di Beijing, kita ke Great Wall. Yeayyy!
Great Wall, We are coming. Hahaha.. #lebay

Kita ke Badaling Section, Great Wall. Konon jalur inilah yang termudah. Seru!
Mungkin perjalanan ke Great Wall ini akan saya tuliskan dalam cerita tersendiri.

Karena ini musim dingin, saya kedinginan banget selama di Great Wall. Soalnya pas kita di Great Wall, pas hujan salju turun juga. Kita bahkan sempet ngalamin jarak pandang yang sangat pendek, ga kliatan apa-apa, palingan cuma sebatas 2 meter ke depan aja.
Jadi saran saya, kalo mau puas fotoan narsis, datanglah ke Great Wall pada 3 musim lainnya selain musim dingin.



Hari ketiga di Beijing kita ke; 1) Forbiden City, 2) Tiannamen Square dan pergi belanja oleh-oleh setelahnya sampe malem.

Ada kejadian lucu bin deg-deg’an di hari ketiga kita di Beijing. Dalam perjalanan dari Forbiden City ke Tiannamen Square, kita sempet “nyasar” karena sotoy ngikutin petunjuk peta yang kita ambil dari hotel. Alih-alih mencoba menikmati perjalanan, kita fotoan di jalanan yang lucu dan keren untuk di foto. Tapi ga’ sampe 50m dari tempat kita foto, kita di stop sama tentara yang lagi jaga di depan gedung yang menurut pengamatan saya, gedung pemerintahan. Entah apa karena saya sama sekali buta tulisan China dan ga menemukan sama sekali tulisan latinnya. Dia minta liat foto yang tadi kita ambil dan kemudian foto itu dihapus.
Hiks, agak menyesali insiden penghapusan foto itu. Tapi ga bisa protes. Takut malah berbuntut panjang. Saya cuma pengen balik ke Indonesia utuh. Pergi sehat, pulang selamet. Udah itu aja.
Di waktu istirahat setelahnya, saya baru menyadari kalau kita tadi foto di depan departemen pertahanannya China. Mungkin, termasuk yang dilarang untuk difoto dan diedarkan diinternet. Mereka tau kita turis dan narsis, jadi kejadian penghapusan foto itu adalah antisipasi untuk tersebarnya lokasi dan situasi di tempat tersebut. Ampun om tentara, sesungguhnya kami ga tau kalo ga boleh foto disitu.

Selepas belanja oleh-oleh, saya langsung final packing, mandi dan cuss ke airport buat balik ke Indonesia. Penerbangan balik saya jam 4 pagi. Tapi saya udah sampe di airport 11 malem. Nunggu di airport is better than saya telat karena kesiangan bangunnya. Saya naik kereta ke airport pake kereta yang terakhir. Beruntung saya masih bisa ngejar nih kereta. Temen saya ga keuber dan akhirnya harus naik taksi. Dia ngeluarin ongkos lebih mahal 5 kali lipat dari ongkos yang saya keluarkan untuk ke airport.

Penerbangan balik transit kembali di KL.

Ada sebagian asa yang tertinggal di China. Asa untuk lebih lama menjelajah dan mengunjungi tempat bersejarah dan berpengaruh pada kemajuan peradaban dunia, pada perkembangan kebudayaan di Indonesia.
Semoga Tuhan selalu menyehatkan saya dan memampukan saya untuk kembali kemari atau ke tempat lainnya untuk terus memperkaya jiwa. Aamiin.



Thursday, March 09, 2017

Winter Trip - China



Dari sekedar wacana mau liat salju, sampai episode berburu tiket demi mewujudkan mimpi, sebenernya video ini terlalu singkat untuk menggambarkan semuanya.
Cuma satu pesennya, kalau emang udah mimpi, wujudkanlah!
Mimpi itu untuk dicarikan cara agar bisa diwujudkan, bukan disimpan di dalam relung jiwa dan tetap menjadi mimpi sampai akhirnya disesali kemudian.
Just watch this video and enjoy :)