Showing posts with label stories. Show all posts
Showing posts with label stories. Show all posts

Wednesday, December 22, 2021

Hey, itu aku!


Ketika kecil, aku dilekatkan sebagai anak dari ayahku.

Putri dari sebuah fam atau klan keluarga tertentu.

Tentu saja, dalam tutur dan sikap, aku harus patuh dan tunduk pada aturan ayah, kakek dan paman-pamanku.

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika remaja, yang aku tau aku harus menjaga tubuhku. Aku harus menutupnya agar tidak menjadi sumber aib bagi keluargaku, bagi lingkunganku.

Tutur kataku harus manis tapi tidak boleh merayu.

Kalau ingin merajuk, pastikan itu tidak menimbulkan syahwat lawan jenisku. Bahkan jika yang kau maksud lawan jenis adalah ayahku sendiri, saudara-saudara kandungku, paman dan kakekku.

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika dewasa, aku harus segera meninggalkan keluargaku.

Jika tidak, tentu keluargaku akan malu karena aku akan dianggap tidak laku.

Entahlah, aku juga tidak tau, apa yang sebenarnya sedang diperdagangkan? Kebebasanku? Tapi apakah aku benar-benar mendapatkannya sejak dulu? Atau itu sebenernya hanya anganku?

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika menjadi istri, aku akan dipanggil nyonya A, bukan namaku.

Ketika menjadi ibu, aku akan dipanggil ibunya B, bukan namaku.

Siapa aku?

Apakah aku memang tidak perlu bernama sejak dulu?

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?              

 

Aku Perempuan!

Selalu saja dianggap tidak bisa menjadi nomor satu, padahal aku mampu.

Selalu dirasakan perlu diwakili, padahal itu tidak perlu.

Selalu saja begitu!

 

Padahal suaraku lantang Ketika berseru!

Aku juga mampu menyokong kamu, iyaa kamu.

Akupun bisa menjadi apa saja yang aku mau, andai aku tidak diburu.

Diburu waktu, massa dan terutama juga kamu.

 

Hey, wahai aku-aku yang lain disana selain aku, mari kita Bersatu.

Kita bergandeng tangan dan bahu membahu untuk masa depan yang lebih baik bagi kita, Perempuan.

Karena aku, kamu, kita adalah Perempuan dan kita harus berdaya bukan menjadi bayangan dan kelabu.

 

 

 

Tuesday, July 09, 2019

2019 Resolutions

🙋Udah Juli aja nihhh ~~
Artinya, 2019 udh berjalan setengahnya 🤭

Gimana? Resolusi2 2019, yang Januari kemarin ditulis dg semangatnya, udah terlaksana blom? 



Apa seperti biasanya? Cuma sekedar menjadi wacana lalu tertelan begitu saja seiring berlalunya masa?

Jangan cuman rajin cek HP buat kepoin sosmed nya mantan, yaa ~~
😂😝🤧
Kamu, iyaa kamuu...
Kudu move on and move up menata kehidupanmu sendiri.🤸‍♀

Cek lagi deh resolusi-resolusinya mumpung 2019 baru setengah jalan.
Liat lagi rencana-rencananya.
Bikin jadi rencana jarak pendek, menengah dan mimpi besarnya apa?
Trus, jangan kendor buat terus mencari peluang. 💪💪

Kmu, cuma butuh dirimu untuk sukses.
Yang lain itu pelengkap. Kayak mecin di masakan gitu lahh ~
Intinya ya tetep kmu!

See u on top yaa gaes 

Tuesday, April 24, 2018

Surat untuk Calon Pengantin Anak

Jakarta, 22 April 2018


Dear adik-adikku tersayang,

Sebagai kakak, saudara yang mengetahui bahwa engkau akan menikah muda, di usia sekolahmu, aku tentu sedih. Mengapa kau korbankan masa sekolahmu untuk sebuah perkawinan, yang bahkan engkau sendiripun tidak mengetahui apa hakikat sesungguhnya.

Dek, masa kanak-kanakmu itu untuk sekolah, untuk belajar, untuk mewujudkan semua mimpi-mimpi indah dan harapan-harapan baik. Lakukan itu!

Sesungguhnya perkawinan itu bukan sebuah permainan peran yang dulu kau mainkan saat bocah. Bukan sekedar; 'aku jadi ibu, dia jadi bapak dan mereka yang jadi anak-anaknya.' Bukan, bukan permainan peran seperti itu. Perkawinan yang sesungguhnya jauuuhhh lebih rumit dari itu. Usiamu belum pada tahap yang baik untuk melakukannya. Demi kesehatanmu, demi perkembangan mentalmu.

Dek, mungkin ibu bapakmu memaksamu menikah. Kata mereka, ini demi masa depanmu. Agar kamu tidak selalu berada dalam situasi miskin yang berkepanjangan. Tahukah kamu dek, kamu masih berhak untuk tetap menjadi anak-anak. Tetap menikmati menikmati semua hal yang seharusnya dinikmati anak-anak, antara lain; pendidikan. Pendidikan itu jugalah dek yang bisa mengeluarkan kamu dari kemiskinan itu sebenarnya.
Kamu harus berjuang untuk pendidikanmu jika kamu ingin keluar dari kemiskinan. Hanya pendidikan yang mampu mengeluarkanmu dari kemiskinan, bukan perkawinan!
Perkawinan akan makin membuatmu terseret ke dalam kemiskinan yang terus menerus.
Dengan pendidikan, kamu bisa mengeluarkan dirimu dan keluargamu dari kemiskinan. Bahkan kamu bisa mengentaskan kemiskinan di masyarakatmu, daerahmu, dan negara Indonesia yang kita cintai ini.

Dek, belajar yang giat. Sekolah setinggi-tingginya. Raih dan manfaatkan semua kemampuan yang kamu bisa. Sesungguhnya dek, pendidikan adalah investasi terbaik yang bisa kamu lakukan. Investasi yang tidak ada kata merugi.

Dek, semoga surat ini bisa membuka pikiran dan cakrawalamu tentang guna pendidikan untuk masa depanmu. Semoga dengan membaca surat ini, kamu tidak menjadikan perkawinan sebagai satu-satunya jalan keluar yang bisa kamu tempuh untuk semua permasalahan hidupmu saat ini. Semoga kamu juga bisa memberikan pengetahuan untuk ibu dan bapakmu agar mereka tidak cepat-cepat menikahkanmu.

Teriring doa dan harapan-harapan baik agar kamu dapat menjadi anak bangsa yang membanggakan dan bermanfaat untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.


Salam sayang dari saudara perempuanmu, yang selalu mencintaimu.
Triana Komalasari


Thursday, March 08, 2018

Bercerita Kisah Cinta antara Cinta-Rangga dan Tita-Adit

Dua tahun yang lalu akhirnya AADC2 tayang, setelah 14 tahun kemunculan AADC. Pada masanya, pasangan Cinta dan Rangga ini selalu sukses bikin anak remaja seusiaku dulu baper. Bahkan tidak jarang remaja putri menjadikan Rangga sebagai salah satu kriteria cowo pilihannya.
Setelah AADC2, banyak yang kembali bernostalgia dengan kisah cintanya Cinta dan Rangga. Bahkan saya dan beberapa teman SMA sampai melakukan perjalanan ke Jogya guna melakukan napak tilas pertemuan kembali Cinta dan Rangga. So insane but fun, haha.. 

Back then, film AADC2 saya tunggu dengan penasaran yang teramat sangat ternyata tidak terlalu sukses memenuhi perasaan cinta yang membuncah seperti zaman saya SMA saat menonton AADC pertama kalinya.
Hmmm,, sempat berpikir apakah karena saya bukan lagi remaja naif?
Terlepas dari semua perkiraan yang sempat bersliweran, film tersebut sukses membawa nostalgia masa remaja. Dan nostlagia akan Jogya dan genk nya Cinta tentu saja.

2 tahun berselang, akhirnya muncullah Eiffel I'm in Love 2. Sebuah film yang dulu tayang ga jauh berselang dari penanyangan AADC. Juga sama-sama sukses menjaring penonton remaja. Film-film ini memang termasuk dalam jajaran film bagus dalam kebangkitan kembali perfilman Indonesia yang sebelumnya sempat mati suri lama.

Berangkat dari keinginan untuk nostalgia, hal yang sama yang terjadi saat kemunculan AADC2, maka saya akhirnya menonton Eiffel I'm in Love 2.
Berbeda dari AADC2, saya sempatkan untuk nonton AADC sebelum menonton AADC2, saat menonton Eiffel I'm in Love 2 ini, saya tidak mendahuluinya dengan menonton film Eiffel I'm in Love terlebih dahulu. Jadi, ada beberapa tokoh yang harus saya ingat-ingat kembali keberadaannya di film sebelumnya. Untungnya ingatan saya masih dalam kondisi yang baik. Hehe...


Dari segi acting kedua pasangan ini tentu saya lebih mengidolakan pasangan Cinta Rangga. Tidak ada alasan, lebih karena saya mengidolakan keduanya sejak lama saja sebenarnya.
Namun dari keseluruhan cerita film nya, dimana keduanya sama-sama merupakan kelanjutan dari film dengan judul yang sama belasan tahun sebelumnya, saya lebih menyukai film Eiffel I'm in Love 2.

Ada cerita yang lebih kuat mengapa Tita dan Adit masih mempertahankan kisah cinta mereka walau jarak dan waktu terentang begitu jauh. Alasan mengapa belum juga menikah sampai 12 tahun berselang setelah mereka mulai berpacaran juga masuk akal. Ada kisah perjuangan cinta dan saling pengertian yang sangat besar diantara keduanya. Walau pertengkaran kocak khas mereka masih ada di film lanjutannya.
Bahkan saat Adit mengatakan belum bisa menikahi Tita tahun ini, alasannya pun saya pahami dan saya maklumi.

Dalam kisah cinta Cinta dan Rangga, ada alasan yang bagi saya tidak bisa diterima akal mengapa mereka berdua putus begitu saja setelah 5 tahun kisah cinta LDR mereka. Bahkan bagi Cinta dan genk nya, alasan Rangga meninggalkan Cinta dan menimbulkan luka berkepanjangan di hati Cinta pun tidak bisa serta merta mereka terima begitu saja. Lucunya (disini yang menurut saya tidak masuk akal), betapa Cinta yang begitu terluka, akhirnya dalam kisah sehari semalam saja di Jogya, dia bisa mengubah keputusan hidupnya.
Cinta bahkan meninggalkan tunangannya dan pergi ke New York menyusul Rangga. Hmmm,, kelemahan khas perempuan kentara disini. Entah mengapa, saya malah tidak menyukainya.

Terlepas dari semua opini yang saya tuliskan di atas, saya menyukai keduanya. Kedua film ini memberikan perasaan nostalgia yang menyenangkan. Film ini saya rokemdasikan jika ada yang menanyakan, film romantis apakah yang harus ditonton.

Tulisan ini murni opini saya sebagai penikmat film. Saya bukan reviewer profesional yang memang bertugas mengomentarinya. Jadi, silahkan saja bila ada pendapat lain selain ini. Sesungguhnya film-film ini memperkaya khasanah perfilman Indonesia. Jadi tontonlah agar film Indonesia bisa berjaya di negaranya sendiri :)

Monday, December 11, 2017

Hutang Maaf

Hai, nama saya Triana Komalasari.
Saya adalah orang yang mudah beradaptasi di suatu komunitas dimana saya berada. Karenanya, saya punya banyak teman.

Menurut teman-teman saya, saya menyenangkan. Saya ringan tangan untuk membantu melakukan sesuatu bagi mereka, pendengar yang baik, dan humoris. Sounds good yaa saya ini ☺
Bentukannya pasti OK banget!

Sekedar informasi, saya adalah manusia biasa juga. Kadang, ego saya keluar. Saya, bisa begitu selfish nya. Saya bisa tidak mau membantu orang lain. Saya bisa saja malas mendengarkan orang-orang curhat ke saya. Dan saya bisa menjadi orang yang menyebalkan, jauh dari deskripsi humoris dan menyenangkan. Walaupun hal tersebut jarannggg sekali terjadi sepanjang hidup saya, tapi itu pernah terjadi.

Ada saat ketika saya begitu menyebalkan, alih-alih berbuat sesuatu hal yang lucu, saya malah ikut serta membully seseorang. Seseorang yang tidak pernah berbuat buruk kepada saya. Seseorang yang malah kagum terhadap saya dan menjadikan saya sebagai panutannya.

Saat itu saya kesal bukan kepalang. Anak ini, yang menyebalkan menurut teman-teman yang lainnya, terus mengikuti saya dan melakukan hal-hal yang juga saya lakukan. Saya merasa terbebani olehnya. Bahkan, saya merasa terteror saat itu.

Sesungguhnya, saya menyesalinya. Namun permohonan maaf itu tidak pernah terucap karena saya tidak pernah lagi melihatnya. Ada hutang maaf yang harus saya ucapkan.

Waktu berlalu, detik bergulir terus. Dua dekade setelah kejadian itu, saya masih mencari berita tentangnya.
Bukan. Bukan untuk kembali membully nya seperti sangkaan teman-teman semuanya. Tapi untuk mengucap sebuah kata maaf yang dulu tidak pernah terucap. Saya bahkan sudah tidak punya hasrat dan tenaga lagi untuk mencela andai saja dia ada di depan muka.

Untuk sebuah kata maaf.
Untuk sebuah rasa yang pernah ada.
Untuk cerita yang tidak pernah berani saya karang akhir kisahnya.
Terimakasih sudah memaafkan. Sungguh, itu sangat berarti bagi saya saat ini.

Hari ini, 11 Desember 2017. Saya, Triana Komalasari, akan menuliskan akhir dari cerita yang pernah ada. Tidak, saya tidak mengarangnya. Tapi saya membayar lunas hutang maaf saya kepadanya.
Terimakasih telah memaafkan saya ☺

Tuesday, August 01, 2017

The Great Wall of China




Siapa yang tidak tahu ’The Great Wall of China?’ Mengunjunginya pada musim dingin mungkin bukan pilihan terbaik bagi orang yang lahir dan besar di daerah tropis. Udara dingin yang berembus menyentuh tengkuk bisa terasa menusuk tulang. Untuk menghindari suhu dingin tersebut saya pun memilih ‘Badaling Section’ yang bisa dicapai dengan ‘Cable Car' sehingga tak perlu berjalan panjang melawan suhu yang berkisar minus 4 hingga 0 derajat Celcius.

Dari lima titik paling populer The Great Wall yang dapat dikunjungi--Badaling, Mutianyu, Jinshanling, Huanghuacheng, dan Simatai--‘Badaling Section’ adalah bagian yang paling banyak dipilih wisatawan karena kemudahan akses. Namun, sisi baik mengunjungi pada musim dingin adalah tidak terlalu banyak turis datang sehingga kita bisa lebih leluasa mengeksplorasi dan menikmati pemandangan serbaputih akibat salju yang turun.

Anyway, sudah follow @iwashere_id ?
Foto dan tulisan ini, bisa kalian liat dst jg yaa :)



Friday, July 28, 2017

Lebaran 1438H journey

Ga terasa bulan Syawal berlalu, padahal pengalaman lebaran kemarin blom sempet ditulis. Hehe.. ☺

Jadi, lebaran kali ini adalah lebaran pertama di Tambun. Sebenernya biasa aja sih, sama seperti lebaran-lebaran sebelumnya. Tapi overall memang ada yang berbeda dalam lebaran kali ini. Antara lain yaitu:
- Kita solat Ied di masjid deket rumah. Iya, beneran di masjid, bukan di jalanan seperti yang biasanya dulu masih di Kebalen. Atau jaman di Cakung, di jalanan dan peron stasiun. Solat Ied disini, ga serame itu. Jadi kita bisa solat di masjid.
- Masih banyak orang yang keliling halal bihalal. Padahal tetangga disini orangnya lebih sedikit.

Lebaran kali ini juga beda karena gw dan Puspa ikutan mudik ke Malang. It means 836 km away from home. 39 jam perjalanan pergi dan 30 jam perjalanan pulang.
Capek! Pegel! Iya pake banget yang jelas. Hahaha 👀
Pulang-pulang langsung pijit. Badan udah ngejerit soalnya.✋
Actually, this is my first lebaran road trip. A very long journey.

Sebenernya waktu efektif buat jalan-jalan selama di Malang cuma 2 hari. Hahaha, iyalah. Lamaan waktu yang dipake buat diperjalanan. Gapapa dehhh, nyobain mudik lebaran jauh. Siapa tau aja nanti punya mertua yang harus disamperin pake acara mudik gini. Jadi, itung-itung belajar. Hihihii.. ☺

Hari I:
Hari ini seharian kita di museum angkut.
Selama libur lebaran, HTM ke museum angkut adalah Rp 100.000,-.
Museum ini isinya segala macam jenis angkutan dan ceritanya tentang angkutan tersebut. Yang menariknya justru di museum ini banyak spot lucu yang bisa dipakai sebagai background foto. Jadilah museum ini seperti studio foto yang sangat luas bagi para pengunjungnya.
Andai aja gw dateng pas ga musim libur lebaran kayak gini, pasti bisa dapet banyak banget foto bagus. Sayangnya ini liburan, jadinya foto gw banyak foto bom nya. Hikss...


Seharian disini puas juga sih.. Bisa narsis!
Kocaknya adalah, kita susah buat pulang. Ga nemu gocar or ojek or taksi karena macet. Grabcar harganya mahaaalll buangettt. Akhirnya kita jalan jauh dulu sebelum naik grabcar biar lebih murah. Hahaha


Hari II
Rute hari ini: kampung Tridi, Jodipan, Sengkaling Kuliner, Sengkaling Water park, Alun-alun Malang.
Rutenya muterin kota. Hahaha..

Kampung Tridi dan Jodipan ini senada sejiwa. Kampung yang dicat warna warni dan banyak gambar yang bisa dijadikan sebagai background foto. Hahaha, lagi-lagi foto, yaa
Lucunya, kampung ini dulu termasuk daerah kumuh di kota Malang. Menarik! Ini membuktikan, dengan penataan yang baik, kampung yang tadinya kumuh bisa menjadi objek wisata.


Sengkaling kuliner adalah sebuah pujasera yang dikelola oleh UMM.
Not bad. Harga murah, enak. Makan jadi puas rasanya.

Sengkaling Water Park ini sebenernya ada tempat bermainnya juga. Ga cuma kolam renang aja. Jadi disini ada kolam renang, arena bermain, mainan anak2, ayunan, jungkat jangkit, bombom car, taman, photo both, kantin, dll. Tempat wisata keluarga yang juga dikelola oleh UMM.
Sayangnya kami tidak punya waktu terlalu banyak untuk mengeksplore tempat ini. Karena tujuan kami sebenarnya memang untuk berenang.
Iya, berenang!
Hahaha, bayangin aja, dingin-dingin berenang di kolam air dingin. Giiiimaanaaa gitu.....


Setelah malam, kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun kota Malang. Seperti yang saya sebut di atas, ini rutenya memutar. Iya, sebenernya kami salah rute. Tapiii, yaa sudahlah
Alun-alun kota Malang itu sebenernya deket dengan kampung Tridi dan Jodipan itu tadi, ketimbang dari Sengkaling.
Yaaaa, namanya kita juga turis, Jadi ga tau jalan mah sahh aja yaa..
Disini kita ga ngapa-ngapain. Kita cuma mau foto yang ada tulisannya Malang. Penting banget soalnya!
Hahaha ☺






Sunday, May 07, 2017

BPJS - Budget Pas-pas an Jiwa Sosialita

Sejak merebaknya media sosial bahkan dikalangan anak-anak dan remaja, seolah hidup tidak semudah dan se-simple dulu lagi. Dulu, hidup yang kita jalanin, yaa kita yang tau dan kita yang rasain sendiri. orang-orang pada 'ga tau. Kalo sekarang, di era sosial media ini, hidup yang kita jalanin pasti dinilai dan dikomentari oleh orang lain. Pasti itu! Karena semua kehidupan kita terpampang jelas di sosial media. Sosial media yang kita miliki seolah jadi etalase bagi kehidupan yang kita jalani, bahkan kehidupan yang sifatnya pribadi dan rahasia. Bisa dibilang, itulah konsekuensi yang harus kita jalani demi sebuah "kemajuan tehnologi".

Parahnya, terkadang sosial media juga dijadikan sebagai tempat untuk memamerkan kehidupan "sempurna" yang menjadi harapan banyak orang. Kaya raya, keluarga bahagia, liburan ke berbagai negara, barang-barang mewah, dan hal-hal lainnya menjadi hal yang lumrah untuk dipajang di sosial media. Bahkan ada juga kecenderungan untuk berlomba-lomba mengungah gambar yang dapat mendulang banyak like dari followers nya. Kadang, hal ini membuat orang yang berpenghasilam pas-pas harus berpikir panjang untuk mengakali agar tetap bisa eksis bak sosialita di sosial media.

Jika ia kreatif, ia bisa saja malah menjadi selebgram, atau apapun istilah untuk itu. Tapi yang gawat adalah mereka yang salah langkah dalam hal ini. Beberapa waktu belakangan ini, ramai pembicaraan mengenai perempuan yang menipu teman-temannya demi bisa traveling ke luar negeri dan eksis di sosial medianya. Ada pula yang menipu dengan modus tiket murah, tapi malah menggunakan uang yang didapatkannya untuk dirinya sendiri. Untuk pergi mengunjungi pacarnya yang berada di luar negeri. Miris! Ya memang. Parahnya, itu bukan satu-satunya cerita yang ada. Ada banyak kasus serupa.

Sebenarnya, sosial media baik untuk kita jika kita dapat memanfaatkan nya dengan baik. Kita dapat tau segala informasi dengan cepat dari sosial media yang kita punya. Tapi kehidupan kita yang sejatinya bukan di dalam sosial media kita tersebut. Kita punya kehidupan nyata yang harus kita jalani dengan baik. Ibarat kata, sosial media adalah bonus yang diberikan kehidupan untuk manusia masa kini. Jadi, jangan pernah menjadikan diri kita terikat erat dengan sosial media, atau malah menjadi "budak"-nya.


foto diambil dari internet

Di bawah ini saya akan memberikan tips agar kita tetap bisa aktif di sosial media. Sewajarnya, tapi tetap dengan gaya yang berkelas.

1. Jalani hidup kita seutuhnya di dunia nyata, bukan di dunia maya.
Contoh; kalau pelajar, bersekolahlah dan belajarlah dengan baik. Hasilkan nilai yang baik. Ikuti kegiatan yang disukai dan berprestasilah disitu. Jadi, orang akan mengenal kita dari prestasi kita. Postingan di sosial media juga keren: Menjuarai sebuah lomba atau bintang kelas dan siswa berprestasi. Sekalinya posting, pasti banyak yang like. Daripada posting sehari berkali-kali tapi nyampah, kan? Followers juga pasti akan bertambah dengan sendirinya. Mereka yang suka akan prestasi kamu.

2. Hidup sederhana semampunya kita aja. Ga usah maksain sesuai standar sosial media. Karena memang ga ada standar bakunya, dan standar itu berubah terus setiap waktunya sesuai dengan jaman. kebayang kalau kita terus mengikuti standar ini.
Pahamilah, apapun postingan yang kamu unggah ke sosial media kamu, pasti akan ada pro dan kontra. Akan tetap ada yang nyindir dan ga suka. Jadi, ga perlu maksa! Hidup kamu ya kamu yang rasa. Nikmati saja, ga perlu di bawa baper.

Cukup 2 itu saja.Tapi bila dijalaninya dengan konsisten, kelak hidup kamu akan lebih bahagia karena ga ada beban kehidupan yang sebenarnya ga perlu dan memang ga ada. Hidup itu memang ga mudah, tapi percayalah, tidak sesulit yang kamu bayangkan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (Q.S Al Insyirah: 5).



Thursday, March 30, 2017

Ngamen Ondel-ondel

~ foto diambil dari internet ~


Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Dewasa ini ondel-ondel juga digunakan untuk menyemarakkan pesta-pesta atau penyambutan tamu terhormat. Ondel-ondel ini memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucu atau penduduk desa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan.*

Ondel-ondel adalah merupakan boneka besar dengan tinggi sekitar 2,5 meter, dengan garis tengah lebih kurang 80 centi meter, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan agar mudak dipikul dari dalam oleh orang yang menjalankannya. Bagian wajah berupa topeng dengan warna merah atau putih, serta rambut yang terbuat dari ijuk. Pertunjukan ini biasanya dibarengi dengan pertunjukan musik sebagai pengiringnya.

Sedianya, ondel-ondel memang dimainkan pada acara perayaan atau di dalam pesta rakyat. Namun pada kenyataannya, beberapa waktu belakangan ini, saya selalu saja menemukan rombongan ondel-ondel keliling dalam perjalanan pulang dari kantor saya di bilangan Condet, Jakarta Timur. Ya, sepertinya sekarang musimnya ondel-ondel itu berkeliling, ngamen untuk menyambung hidup dari para seniman ondel-ondel.

Dilemma memang, di satu sisi kita harus terus melestarikan budaya dan meningkatkan kualitasnya, namun di sisi lain, perkembangan masyarakat itu sendiri makin mengikis budaya asli masyarakatnya. Dalam cerita ondel-ondel ini, orang-orang yang akan melakukan hajatan, entah menikahkan anaknya atau juga acara besar lainnya, mereka lebih memilih memanggil orkes dangdut ataupun organ tunggal daripada ondel-ondel. Ada sebagian orang  yang melihatnya dari segi biaya, mendatangkan orkes dangdut atau organ tunggal tentu saja lebih murah daripada mendatangkan ondel-ondel lengkap dengan rombongan musik pengiringnya. Ada juga yang memilih karena alasan lebih populer dan disukai oleh warga sekitar tempat hajatan tersebut akan dilangsungkan.

Jika hanya satu atau dua orang saja yang berpikiran seperti ini, mungkin ondel-ondel masih akan terus eksis sampai saat ini. Namun kenyataannya, hampir semua orang justru tidak memilih ondel-ondel dengan berbagai macam alasan. Ada karena alasan ekonomis atau popularitas seperti yang saya kemukakan di atas, ada juga karena ikut-ikutan dengan orang lain. Biar lebih kekinian, maka mereka memilih untuk nanggap orkes dangdut atau organ tunggal daripada ondel-ondel.

Hasilnya, saat ini akhirnya lebih banyak ondel-ondel yang diajak ngamen keliling oleh seniman ondel-ondel. Sebagai manusia yang memiliki kebutuhan manusiawi sama seperti yang lainnya, hal yang dilakukan oleh para seniman ondel-ondel ini masuk akal. Mereka harus mempertahankan hidupnya, di satu sisi mereka juga mempertahankan keberlanjutan ondel-ondel sebagai sebuah kebudayaan.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah hal ini dapat berlangsung terus menerus seperti itu atau malah hal ini menimbulkan fenomena sosial baru yang meresahkan?
Bayangkan saja, boneka besar berjoget di sepanjang jalan. Menghambat laju lalu lintas di jalan yang dilaluinya pastinya. Namun untuk melarangnya, selama belum ada solusi terbaik, rasanya malah justru mematikan budaya ondel-ondel itu sendiri. Selain tentu saja berbuat zholim karena melarang orang lain mencari nafkah secara halal.


source: *https://id.wikipedia.org/wiki/Ondel-ondel

Sunday, March 12, 2017

Goes to China

Yes, I did it!

Finally, awal Januari ini sukses liat salju!

Sebelumnya, awal tahun 2016, saya dan Fatima, teman saya, back to Seoul dan sekitarnya. Niatnya winter-an liat salju. Tapi ternyata ga ada salju disana. Selama 5 hari kita di Korea, liat salju (atau es, lebih tepatnya) yaaa pas di tempat ski. Dan berhubung ski itu mahal, jadilah kita cuma fotoan aja disitu. 😂😂😂

Maka kembalilah saya merencanakan winter trip berikutnya. Sebagai pengganti si winter trip yang mendekati gagal itu. Winter trip kali ini rencananya lebih ke utara. Tujuannya biar ga nanggung. Jadi memang sengaja cari lokasi yang pasti ada salju.
Harbin. Yes, HARBIN!
Pasti ada salju disana. Karena setiap tahunnya, di Harbin ada festival musim dingin; jadi akan ada festival salju dan festival es. Maka jadilah tujuan kita winter-an kali ini ke China.

Kenapa China?
Ini lebih ke faktor ekonomis aja, sebenernya. Sebelumnya, saya memutuskan mencari lokasi yang lebih ke utara, yang terjangkau dengan tabungan yang ada. China bagi saya juga merupakan negara yang ingin sekali saya kunjungi. Sejak saya suka sejarah, sejak saya tau China adalah salah 1 negara yang mempengaruhi kebudayaan dunia, sejak saya tau rute jalan sutra, sejak saya membaca kisah pembangunan Great Wall, sejak saya suka kisah Legenda Ular Putih, sejak pengen banget ketemu Yoko, sejak liat film Mummy yang shootingnya di China, sejak dulu sih pastinya. Jadi ini semacam melaksanakan bucket list; must visit.

Xi’an, Harbin dan Beijing adalah 3 kota di China yang saya kunjungi dalam trip kali ini. Kenapa 3 kota ini?
Jadi, ke China tanpa ke Great Wall dan ke Terracotta Wariors Museum itu bagi saya laksana kita pergi ke Mesir tanpa liat Pyramid atau ke Paris tapi ga ke Eiffel Tower. Atau kayak sayur ga digaremin; enak tapi tetep aja ga lengkap. So, mumpung ke China, Xi’an dan Beijing ga mungkin saya skip.
Harbin? Ya namanya juga ini winter trip yaa, jadi ya ke festival musim dingin di Harbin dong pastinya.

Rute saya selama winter trip ini adalah:
Bekasi – Cengkareng – KL – Xi’an – Harbin – Beijing – KL – Cengkareng – Bekasi.

Dari Cengkareng ke Xi’an dan dari Beijing balik ke Cengkareng, saya naik Air Asia. Dapet tiket murah karena lagi promo. Tapi ga murah-murah banget sih, ada teman yang dapet lebih murah soalnya.
Dari Xi’an ke Harbin, saya naik China Southern Airlines. Maskapai fullboard. Ga dapet harga murah. Mungkin karena belinya juga udah mendekati hari H. Dan waktu yang saya pilih adalah musim liburan. Jadi harga yang saya keluarkan bahkan lebih mahal dari tiket PP Indonesia – China yang saya beli sebelumnya di Air Asia.


Xi’an

Ngapain aja di Xi’an? Kemana aja? Ada apa disana?
 
Xi’an yang saya tau adalah sebuah kota kuno. Kota yang sudah sejak lama ada, bahkan merupakan pusat pemerintahan China di jaman dulunya.

80% wisata di Xi’an adalah wisata sejarah. Ada Terracotta Wariors Museum disini, ada Bell Tower of Xi’an, Xi’an City Wall, Titik 0 KM Jalan Sutra dan lain-lain hal yang berhubungan dengan sejarah China, juga sejarah peradaban dunia. Bahkan wisata kuliner yang saya lakukan disini pun berhubungan dengan wisata sejarah. Tempat yang terkenal untuk wisata kuliner ada di daerah Muslim Street. Kawasan ini dekat dengan Great Mosque of Xi’an. Masjid raya yang sudah berusia ribuan tahun, dan masih digunakan untuk ibadah sehari-hari kaum muslim itu sendiri. Selain tentu saja dibuka untuk wisata sejarah bagi umat beragama lainnya.
Oiya, untuk muslimin yang masuk ke Great Mosque of Xi’an ini gratis. Tapi untuk umat beragama lain, tiket masuk adalah 15 Yuan.

Saya cuma 2 hari aja di Xi’an.

Hari I
1)    Xi’an City Wall, 2) Bell Tower, 3) Keliling pusat perbelanjaan (sesungguhnya kami ‘ga belanja, Cuma sekedar menghangatkan tubuh aja, kokk.. hahaha), 4) Muslim Quarter, 5) Great Mosque of Xi’an, 6) Muslim Street.
Rute ini saya jalani seharian, dari jam 10 AM keluar hostel, balik ke hostel jam stgh 10 malam.

Hari II
Terracotta Wariors Museum!
Iya, hari ini cuma 1 lokasi aja. Soalnya perjalanannya juah dan saya harus cari jejak untuk bisa kesini. Feel free to get lost deh pokoknya. Hahaha...
Episode ke Terracotta Wariors Museum itu jadi cerita panjang tersendiri tentunya!




Di hari saya ke Terracotta Wariors Museum, saya harus terbang ke Harbin di malam harinya. Saya sudah janjian dengan Fatima disana. Dia menyusul saya ke China di hari berikutnya dengan Malaysian Airlines dan langsung menuju Harbin.


Harbin

Saya ke Harbin naik China Shouthern Airlines. Ini penerbangan fullboard, jadi mahal. Saya sendiri ga rekomen maskapai ini. Bukan Cuma karena mahalnya aja sih, maskapai ini ga ada check in online-nya. Padahal antrian check in nya aduhaiii dehh.. Antriannya semrawut! Lama! Gak terkoordinasi dengan baik. Padahal saya masih harus masuk bagian pemeriksaan bandara Xi’an yang berlapis-lapis. Hikkss, pake acara lari-larian, jalan jauh dan masuk pesawat terengah-engah. Dapet tempat duduk paling belakang. Kursi di depan saya ga sopan karena mundurin bangkunya sampe mentok. Bikin saya ngerasa sumpek banget. Hal ini diperparah dengan seringnya saya kesikut ama orang-orang yang ga berhenti-hentinya ke toilet. Makkkk! Ampuunn!

Saya ga mau cerita lebih banyak tentang kekecewaan saya terhadap maskapai ini. Masih banyak daftar kekecewaan saya sebenernya, tapi biarlah ini menambah kisah saya dalam perjalanan kali ini. Namanya perjalanan kan emang gitu, there is always good and bad side in the same times.

Saya sampe di Harbin tanggal 3 dinihari. Cuma punya waktu yang seharian penuh, yah pas di tanggal 3 itu aja. Tanggal 4 siang udah harus ke Beijing.
Agak memaksakan ya?!
Saya rasa juga gitu. Apalagi dengan semua biaya yang harus saya keluarkan dalam perjalanan ke Harbin ini. Kok, saya kayak ngerasa “ga sebanding” aja.

Tapi ketika saya mikir lagi untuk berada berlama-lama di suhu minus tinggi, kok yahh jadi ketar ketir sendiri mikirinnya yaahh..
Alhasil? Yah itulahh..
Saya cuma sehari explore Harbin.
Untungnya di Harbin memang tidak terlalu banyak spot yang bisa diexplore. Semua yang jadi highlight disini adalah tentang salju, es, dan musim dingin. Dan itu ada di satu lokasi yang disebut Sun Island. Tapi jangan harap matahari bersinar cerah ceria di Pulau Matahari ini yah. Apalagi pas musim dingin.😆

Karena datengnya udah dinihari, kita baru keluar penginapan di jam 11 siang.
Udah lapar karena dari semalem gak makan. Jadi, kita cari makan dulu. Lucunya, kita malah makan makanan Korea. Hahaha 😋😁



Di Harbin:
  • Saya ke Sun Island dan mengunjungi 1) Snow Sculpture Festival, 2) North Pole, 3) Ice World Festival. 
  • Sophia Church; karena ini Gereja, jadi kita fotoan di depannya aja. Itu aja udah seneng banget. Berasa ke Rusia, gitu. Soalnya arsitekturnya Sophia memang mirip banget gereja-gereja di Rusia. Ga heran sih, Harbin itu kan daerah utara China yang memang berbatasan dengan Rusia.
Yang jelas selama di Harbin, kita tuh seneng banget karena bisa ngeliat salju yang banyak dan berserakan di taman-taman dan jalan-jalan. Bahkan foto-fotoan di taman aja, udah happy. Maklum ajalah yaa, kita kan anak daerah tropis yang dari lahir ga pernah ngeliat salju.

Disini banyak orang baik. Setidaknya, disini kita sering ditolong sama orang-orang baik yang dengan sukarela membantu. Ada polisi yang baik hati ngasih tau jalan walau bahasa Inggris nya gubrak banget. Hahaha
Ada pula Tao, mahasiswa yang mukanya boros. Sumpah, saya kirain seumuran ama kita. Hahaha
Tapi dia baik banget. Nganterin kita keliling nyariin Ice World Festival dan Gereja Shopia. Bantuin nolak-nolakin tukang dagang yang pada maksa di depan Ice World Festival. Sampe bayarin bis pass keluar dari Sun Island karena kita ini adalah turis yang kliwat gaya dan ga punya recehan 1 Yuan buat bayar bis. Ouch..
Sayangnya foto kita bertiga sama Tao ngeblur gitu. Andai aja bagus, saya bakalan pasang deh.



Ada beberapa hal sebenernya yang gagal untuk dilakuin di Harbin. Antara lain adalah foto-foto bertabur salju atau tiduran di salju. Hahaha.. Iya, saya norax!


Beijing

Sampe di Beijing udah malem. Yang dilakukan Cuma nyari hotel yang udah kita booking sebelumnya dan istirahat. Persiapan diri untuk perjalanan besoknya.

Selama di Beijing kita nginap di Spring Time Hostel. Lokasinya ga jauh dari stasiun metro. Sebelah pintu keluarnya persis. Dari segi lokasi, it is in a good location. Kita ga perlu jalan jauh-jauh untuk mencapai stasiun metro. Walau ini hostel, tapi kamar dan pelayanannya OK. Harganyapun murah. Saya rekomen hotel ini buat tempat menginap kalau ada orang yang tanya rekomendasi penginapan di Beijing.

Hari kedua di Beijing, kita ke Great Wall. Yeayyy!
Great Wall, We are coming. Hahaha.. #lebay

Kita ke Badaling Section, Great Wall. Konon jalur inilah yang termudah. Seru!
Mungkin perjalanan ke Great Wall ini akan saya tuliskan dalam cerita tersendiri.

Karena ini musim dingin, saya kedinginan banget selama di Great Wall. Soalnya pas kita di Great Wall, pas hujan salju turun juga. Kita bahkan sempet ngalamin jarak pandang yang sangat pendek, ga kliatan apa-apa, palingan cuma sebatas 2 meter ke depan aja.
Jadi saran saya, kalo mau puas fotoan narsis, datanglah ke Great Wall pada 3 musim lainnya selain musim dingin.



Hari ketiga di Beijing kita ke; 1) Forbiden City, 2) Tiannamen Square dan pergi belanja oleh-oleh setelahnya sampe malem.

Ada kejadian lucu bin deg-deg’an di hari ketiga kita di Beijing. Dalam perjalanan dari Forbiden City ke Tiannamen Square, kita sempet “nyasar” karena sotoy ngikutin petunjuk peta yang kita ambil dari hotel. Alih-alih mencoba menikmati perjalanan, kita fotoan di jalanan yang lucu dan keren untuk di foto. Tapi ga’ sampe 50m dari tempat kita foto, kita di stop sama tentara yang lagi jaga di depan gedung yang menurut pengamatan saya, gedung pemerintahan. Entah apa karena saya sama sekali buta tulisan China dan ga menemukan sama sekali tulisan latinnya. Dia minta liat foto yang tadi kita ambil dan kemudian foto itu dihapus.
Hiks, agak menyesali insiden penghapusan foto itu. Tapi ga bisa protes. Takut malah berbuntut panjang. Saya cuma pengen balik ke Indonesia utuh. Pergi sehat, pulang selamet. Udah itu aja.
Di waktu istirahat setelahnya, saya baru menyadari kalau kita tadi foto di depan departemen pertahanannya China. Mungkin, termasuk yang dilarang untuk difoto dan diedarkan diinternet. Mereka tau kita turis dan narsis, jadi kejadian penghapusan foto itu adalah antisipasi untuk tersebarnya lokasi dan situasi di tempat tersebut. Ampun om tentara, sesungguhnya kami ga tau kalo ga boleh foto disitu.

Selepas belanja oleh-oleh, saya langsung final packing, mandi dan cuss ke airport buat balik ke Indonesia. Penerbangan balik saya jam 4 pagi. Tapi saya udah sampe di airport 11 malem. Nunggu di airport is better than saya telat karena kesiangan bangunnya. Saya naik kereta ke airport pake kereta yang terakhir. Beruntung saya masih bisa ngejar nih kereta. Temen saya ga keuber dan akhirnya harus naik taksi. Dia ngeluarin ongkos lebih mahal 5 kali lipat dari ongkos yang saya keluarkan untuk ke airport.

Penerbangan balik transit kembali di KL.

Ada sebagian asa yang tertinggal di China. Asa untuk lebih lama menjelajah dan mengunjungi tempat bersejarah dan berpengaruh pada kemajuan peradaban dunia, pada perkembangan kebudayaan di Indonesia.
Semoga Tuhan selalu menyehatkan saya dan memampukan saya untuk kembali kemari atau ke tempat lainnya untuk terus memperkaya jiwa. Aamiin.



Thursday, March 09, 2017

Winter Trip - China



Dari sekedar wacana mau liat salju, sampai episode berburu tiket demi mewujudkan mimpi, sebenernya video ini terlalu singkat untuk menggambarkan semuanya.
Cuma satu pesennya, kalau emang udah mimpi, wujudkanlah!
Mimpi itu untuk dicarikan cara agar bisa diwujudkan, bukan disimpan di dalam relung jiwa dan tetap menjadi mimpi sampai akhirnya disesali kemudian.
Just watch this video and enjoy :)

Tuesday, January 24, 2017

Feel Free to Get Lost, One Day in Xi'an

Bagi saya pribadi, setiap perjalanan yang saya lakukan adalah sebuah petualangan. Bahkan untuk perjalanan ke suatu tempat yang sudah pernah saya lakukan sebelumnya pun, akan menjadi sebuah petualangan. Hal ini bisa jadi karena beda travel mates, atau beda lokasi tujuan walau masih di satu kota yang sama.

Jangan bayangkan petualangan ala Indiana Jones di film nya. Petualangan bagi saya cukup keluar dari rutinitas harian dan mengalami hal baru. Hal baru inilah yang biasanya jadi mendebarkan. Sesuatu yang mendebarkan bagi saya sudah sama sensasinya dengan berpetualang seperti dalam gambaran orang-orang.

Dalam perjalanan saya belum lama ini, ada satu hari saya punya waktu sendirian. Hal ini karena ada satu lokasi yang sangat ingin saya kunjungi yang tidak dikunjungi oleh teman seperjalanan saya. Jadilah hari itu saya berpetualang sendirian mencari Terracotta Museum.

Perjalanan menemukan Terracotta Museum menurut saya cukup menegangkan. Bayangkan, saya berada di suatu tempat yang bahasanya tidak saya mengerti sama sekali, baik lisan maupun tulisan. Mereka pun tidak mengerti bahasa yang saya ucapkan. Bahkan ketika saya berbicara dalam bahasa Inggris pun, susah sekali menemukan orang yang mengerti apa yang saya tanyakan, begitupun sebaliknya; susah sekali saya mengerti apa yang mereka maksud. Ahhh rasanya saya lost in translation.
Saat itu saya juga tidak bisa mengandalkan google map sama sekali. Google diblokir oleh pemerintah China.
Saya mengandalkan hasil screenshoot HP teman saya yang dikirimkannya melalui what's app. Isinya mengenai rute perjalanan yang dituliskan oleh orang-orang yang sudah pernah ke Terracotta Museum

Permasalahan bermula dari semua data yang terkirim adalah dalam bahasa Indonesia, padahal stasiun dan terminal yang saya tuju, ditulis dalam huruf China dan mereka punya penamaan sendiri dalam bahasa mereka untuk menyebut Terracotta Museum itu. Perlu diketahui, mereka menyebut Bing Ma Yong untuk Terracotta Museum.

Dalam petunjuk, saya harus ke Xi'an Railway Station lalu mencari pemberhentian bis no 5 (306). Bis inilah yang akan membawa saya ke Terracotta Museum. Simple yaa?
Tapi kenyataannya tidaklah se-simple itu.
Yaaa, karena saat saya sudah di dalam metro subway, ga ada yang tau dimana Xi'an Railway Station. Boro-boro untuk menanyakan lokasi bis no 5 (306) itu?
Pencarian ini makin sulit karena orang-orang yang ditanya tidak mengerti apa yang kita tanyakan, dan kita pun tidak tau apa yang mereka maksud. Seperti yang saya jelaskan di atas. Dalam kasus saya, saya sampai diantar oleh salah seorang penjaga di stasiun ke pos informasi, dimana disana ada yang bisa bahasa Inggris, tentu saja. Saya pun dituliskan huruf-huruf dalam tulisan China, sehingga saya dapat menunjukkan tempat yang dimaksud oleh saya pada orang yang saya tanya. Atau saya dapat menyamakan tulisan tersebut pada papan informasi yang ada.
Alhasil, setelahnya saya seperti seorang pramuka yang mencari jejak.

Dalam mencari jejak ala saya, saya juga mengandalkan feeling dan kebiasaan orang. Jadi, memperhatikan kebiasaan orang itu ternyata bisa berguna juga. Memperhatikan orang itu ga melulu kepo, hehe..

Dibawah ini saya akan memberikan tips dan arahan arah yang menurut saya mudah untuk diikuti oleh orang yang akan mencari  Terracotta Museum, bahkan jika petunjuk ini dipakai dengan benar, bisa jadi ga perlu bertanya lagi pada penduduk sekitar. Karena bertanya disini pada akhirnya bisa membuat kita pusing menterjemahkan apa yang mereka maksud.

Dari lokasi dimanapun kamu berada di kota Xian, carilah stasiun subway terdekat dan pergilah ke Wulukou. Wulukou yaa, bukan Xi'an Railway Station.
Wulukou ini berada di dalam jaringan metro subway line 1, sedangkan Xi'an Railway Station itu adalah stasiun untuk kereta jarak jauh, kereta keluar kota. Jadi, itu adalah 2 lokasi yang berbeda yaa.. Jangan sampai salah yaa..
Kalau kamu pengguna commuter line, kamu sudah akan familiar dalam pencarian jalur dan menemukan stasiun yang saya maksud. Kalau kamu tidak familiar dengan sistem jalurnya, ingatlah kalau Wulukou ini ada di line 1 (berwarna biru). Jadi jangan sampai salah jalur dan warna
Di bawah ini, ada tulisan Wulukou dalam tulisan China. Bisa dicocokkan untuk memastikan kamu berada di stasiun yang benar.



Ketika sudah sampai di Wulukou, perhatikan pintu keluarnya. Kita ambil exit D, ke arah Xi'an Railway Station. 
Mengambil exit D itu adalah yang paling simple untuk menuju terminal bis yang akan kita tuju. Setelah keluar dari exit D, kita perlu berjalan kurang lebih 200m lagi.
Kemana kita harus berjalan? Dari 8 penjuru mata angin, mana yang harus dipilih? Nah,, saat itu saya mengandalkan feeling saya untuk menentukan kemana saya harus melangkah. Saya, mengikuti mereka yang membawa koper dan mereka "yang terlihat akan pergi jauh". Yaa, karena kita menuju terminal bis dimana terminal tersebut berada di depan Xi'an Railway Station, dimana orang akan pergi keluar kota, jadi hal yang paling mudah untuk menentukan kemana saya melangkah adalah mengikuti mereka-mereka itu.



Setelah sampai di terminal bis, masuk dari pintu utama lalu belok kanan dan lurus saja. Tidak lama setelah belok kanan itu, akan terlihat pemberhentian bis seperti dalam gambar di bawah ini.
Naik saja, bayarnya nanti di atas. Bis ini harga 7 Yuan untuk sampai di Terracotta museum. Paling murah diantara bis-bis lain disitu yang menuju Terracotta museum juga.


Selamat Berpetualang!!


Friday, November 25, 2016

Best Friends

Karena sahabat itu bukan bayangan yang hanya ada saat terang, mengikuti kemanapun kau pergi dan menghilang saat gelap datang.
Sahabat itu bagai bintang.
Walau jauh, tapi sinarnya mampu menerangi dan menghibur hati.
Kadang ia tak tampak, namun sesungguhnya dia tetap ada disana, selalu menemani saat terang dan gelapmu.

Tuesday, August 16, 2016

Kedai 1001 Mimpi: Kisah Nyata Seorang Penulis yang Menjadi TKI



Judul : Kedai 1001 Mimpi : Kisah Nyata Seorang Penulis yang Menjadi TKI
Penulis : Valiant Budi
Penerbit : Gagas Media
Cetakan I : 2011
Tebal : 444 halaman + xii


"Kita ini konon pahlawan devisa. Tapi kalau mati, ya sudah, dianggap binatang saja."
"Saya datang untuk mempertebal iman, bukan jadi mainan."
"Datang kesini itu harus siap 'dijajah'. Baik jiwa maupun raga.'
"KAMU tidak perhatikan, banyak orang MATI karena terlalu BANYAK TAHU?"

Kutipan di atas adalah beberapa kalimat yang ada di dalam buku Kedai 1001 Mimpi. Terbaca sadis, yaa?! Namun bila kita membaca buku ini secara keseluruhan, kalimat di atas tidak aneh bila sampai terlontar dari mulut mereka, para buruh migran Indonesia di Arab Saudi yang konon katanya adalah para pahlawan devisa bagi negara ini.

Buku ini saya dapatkan dari seorang temannya teman saya dalam sebuah ajang tukar buku, Buku bekas dalam kondisi masih layak baca. 
Dari pertama membuka halaman pertama dan membacanya, saya merasakan kecanduan yang teramat untuk terus membaca dan membuka halaman selanjutnya.
Tutur bahasa dan kalimat yang digunakan oleh penulis untuk menceritakan pengalaman pribadinya begitu lugas dan mudah dimengerti oleh pembaca. 

Penulisnya, Valiant Budi (@vabyo) bukanlah seorang buruh migran "biasa" menurut saya. Sebelumnya dia adalah penyiar radio dan penulis. Keputusannya untuk menjadi buruh migran Indonesia di Arab Saudi didasarkan kecintaannya akan kisah 1001 malam dan keinginannya untuk berpetualang mencoba hidup di negara lain.

Cerita dalam buku ini bermula dari perjalanan Vibi, panggilan sang penulis melamar pekerjaan di luar negeri. Proses yang panjang dan penantian yang lama sampai akhirnya dia berangkat ke sebuah kota di pinggir laut Persia dan bekerja sebagai seorang barista di sebuah coffee shop berskala internasional yang ada disana. 
Banyak nama dan tempat yang disamarkan dalam buku ini oleh penulis. Namun bagi saya, tidak susah untuk menebak bahwa coffee shop tempat penulis bekerja di Saudi adalah Starbucks.
Selama bekerja disinilah tulisan dalam buku ini bercerita. Dari mulai hari pertama yang berat, pelanggan yang ajaib, teman-teman kerja yang tak kalah ajaib dan persahabatan penulis dengan sesama orang Indonesia disana.

Banyak pembelajaran yang bisa dipetik dari membaca buku ini. Untuk orang yang terlalu mengagungkan bangsa Arab, silahkan baca dan pahamilah kalau Islam bukanlah Arab dan juga sebaliknya. Sebuah kekeliruan massal yang sering dipahami salah oleh orang Indonesia kebanyakan. 
Islam adalah agama, dan Arab serta budayanya itu berbeda. Dalam buku ini banyak dijelaskan perbedaan keduanya. Lagipula, sejak kapan Islam = Arab? 
Bahkan dalam buku ini penulis menuliskan dengan gamblang tentang berbagai macam budaya Arab yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Dari mulai cerita tentang kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, zinah, bahkan prilaku homoseksual yang terjadi disana. Vibi-pun pernah menjadi korbannya; dari mulai supir taksi, om-om pelanggan coffee shop nya sampai orang yang tidak dikenal yang dia temui di jalan.

Hal yang menyedihkan sepanjang membaca buku ini yang saya rasakan adalah saat penulis menjelaskan bagaimana Indonesia selalu dianggap sebagai negara miskin dan hanya berisi orang-orang bodoh. 
Vibi yang berhasil menjadi supervisor pertama dari Indonesia itu dianggap ajaib karena banyak dari rekan senegaranya hanya mampu bekerja di sektor informal, menjadi PRT atau supir. 
Ada sebuah kalimat penjelasan yang dituliskan oleh penulis pada halaman 426 yang membuat saya terharu sekaligus tegas mengiyakan:
"Maaf, tapi di negara miskin saya itu, saya lebih banyak tersenyum. Tak terbeli dengan ribuan riyal. Lagi pula semua kebusukan negara saya, Indonesia, ada di negara lain, kok. Tapi keindahan Indonesia belum tentu dimiliki negara lain."

Secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca. Menyadarkan kita akan sisi dunia lain yang sayang nya sering kali kita terlena dengan pikiran kita sendiri tanpa tahu pasti kenyataannya. Buku ini khas, karena mengangkat sebuah hal yang serius; dunia buruh migran dan segala permasalahannya, tapi disajikan dengan gaya lugas nan kocak. 
Jika harus memberi rating dengan bintang-bintang seperti dalam aplikasi ojek online, saya akan memberikan bintang 4 dari 5 bintang yang ada.