Wednesday, December 22, 2021

Hey, itu aku!


Ketika kecil, aku dilekatkan sebagai anak dari ayahku.

Putri dari sebuah fam atau klan keluarga tertentu.

Tentu saja, dalam tutur dan sikap, aku harus patuh dan tunduk pada aturan ayah, kakek dan paman-pamanku.

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika remaja, yang aku tau aku harus menjaga tubuhku. Aku harus menutupnya agar tidak menjadi sumber aib bagi keluargaku, bagi lingkunganku.

Tutur kataku harus manis tapi tidak boleh merayu.

Kalau ingin merajuk, pastikan itu tidak menimbulkan syahwat lawan jenisku. Bahkan jika yang kau maksud lawan jenis adalah ayahku sendiri, saudara-saudara kandungku, paman dan kakekku.

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika dewasa, aku harus segera meninggalkan keluargaku.

Jika tidak, tentu keluargaku akan malu karena aku akan dianggap tidak laku.

Entahlah, aku juga tidak tau, apa yang sebenarnya sedang diperdagangkan? Kebebasanku? Tapi apakah aku benar-benar mendapatkannya sejak dulu? Atau itu sebenernya hanya anganku?

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?

 

Ketika menjadi istri, aku akan dipanggil nyonya A, bukan namaku.

Ketika menjadi ibu, aku akan dipanggil ibunya B, bukan namaku.

Siapa aku?

Apakah aku memang tidak perlu bernama sejak dulu?

Hey, itu aku! Apakah kamu juga begitu? Siapa kamu?              

 

Aku Perempuan!

Selalu saja dianggap tidak bisa menjadi nomor satu, padahal aku mampu.

Selalu dirasakan perlu diwakili, padahal itu tidak perlu.

Selalu saja begitu!

 

Padahal suaraku lantang Ketika berseru!

Aku juga mampu menyokong kamu, iyaa kamu.

Akupun bisa menjadi apa saja yang aku mau, andai aku tidak diburu.

Diburu waktu, massa dan terutama juga kamu.

 

Hey, wahai aku-aku yang lain disana selain aku, mari kita Bersatu.

Kita bergandeng tangan dan bahu membahu untuk masa depan yang lebih baik bagi kita, Perempuan.

Karena aku, kamu, kita adalah Perempuan dan kita harus berdaya bukan menjadi bayangan dan kelabu.